Kata merupakan satuan bahasa yang memiliki makna. Pada materi UTBK tentang perbaikan kata, kita harus mengetahui terlebih dahulu klasifikasi kata yang ditanyakan pada soal. Kemudian, kita menganalisis kata tersebut berdasarkan soal yang ditanyakan, dapat berupa makna kata, kesalahan imbuhan pada kata, arti imbuhan pada kata, penggantian kata yang sesuai dengan konteks kalimat, dan sebagainya.
A. Kata Dasar
Kata yang menjadi dasar untuk pembentukan kata. Kata dasar tidak diberikan imbuhan apapun.
Contoh:
• Dia pergi ke pasar.
• Bunga itu sangat mahal.
• Boneka itu lucu.
B. Gabungan Kata
1. Bentuk terikat yang ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contoh:
• adibusana
• antarkota
• antibiotik
2. Bentuk terikat yang diikuti oleh kata yang menggunakan huruf awal kapital atau singkatan yang berupa huruf kapital, maka digabungkan dengan tanda hubung (-).
Contoh:
• non-ASEAN
• anti-MSG
• pro-Barat
3. Bentuk maha yang diikuti oleh kata dasar yang mengacu pada nama atau sifat Tuhan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contoh:
• Semoga Tuhan Yang Mahakuasa melindungi kita.
• Tuhan Yang Mahabijaksana dalam menentukan arah hidup kita
4. Adapun bentuk yang ditulis tidak serangkai atau ditulis terpisah dengan huruf awal kapital yaitu bentuk maha yang diikuti dengan bentukan kata atau kata turunan yang mengacu pada nama atau sifat Tuhan.
Contoh:
• Kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Pemberi.
• Marilah bersama-sama meminta kepada Tuhan Yang Maha Penolong.
5. Gabungan kata yang dapat menimbulkan kesalahpahaman yang berhubungan dengan maknanya, maka ditulis dengan memberikan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya.
Contoh:
• Anak-istri pejabat berbeda maknanya dengan anak istri-pejabat.
• Buku-sejarah baru berbeda maknanya dengan buku sejarah-baru.
• Ibu-bapak kami berbeda maknanya dengan ibu bapak-kami.
6. Gabungan kata yang penulisannya memang dipisah, tetap ditulis terpisah meskipun mendapat imbuhan (awalan atau akhiran).
Contoh:
• bertepuk tangan
• garis bawahi
• sebar luaskan
7. Gabungan kata yang mendapat awalan atau akhiran ditulis serangkai.
Contoh:
• pertanggungjawaban
• penghancurleburan
• dilipatgandakan
8. Gabungan kata yang sudah padu ditulis serangkai.
Contoh:
• apalagi
• barangkali
• bilamana
C. Kata Ulang (Reduplikasi)
Proses pengulangan bentuk kata dasar yang menggunakan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya. Hal ini merupakan pengulangan kata dasar secara keseluruhan.
Contoh:
• buku-buku
• anak-anak
• hati-hati
Adapun proses pengulangan bentuk gabungan kata ditulis dengan hanya mengulang unsur pertama.
Contoh:
• rakbuku menjadi rak-rak buku
• surat kabar menjadi surat-surat kabar
• kapal barang menjadi kapal-kapalbarang
D. Kata Majemuk
Unsur gabungan kata yang umum digunakan disebut kata majemuk, termasuk istilah-istilah khusus yang juga ditulis dengan cara terpisah.
Contoh:
• orang tua
• simpang empat
• persegi panjang
• meja tulis
E. Partikel
F. Kata Sandang
G. Singkatan dan Akronim
1. Singkatan
2. Akronim
Akronim merupakan proses pembentukan sebuah kata dengan cara menyingkat sebuah konsep yang direalisasikan ke dalam sebuah konstruk yang lebih dari sebuah kata.
Kata merupakan satuan bahasa yang memiliki makna. Pada materi UTBK tentang perbaikan kata, kita harus mengetahui terlebih dahulu klasifikasi kata yang ditanyakan pada soal. Kemudian, kita menganalisis kata tersebut berdasarkan soal yang ditanyakan, dapat berupa makna kata, kesalahan imbuhan pada kata, arti imbuhan pada kata, penggantian kata yang sesuai dengan konteks kalimat, dan sebagainya.
A. Kata Dasar
Kata yang menjadi dasar untuk pembentukan kata. Kata dasar tidak diberikan imbuhan apapun.
Contoh:
• Dia pergi ke pasar.
• Bunga itu sangat mahal.
• Boneka itu lucu.
B. Gabungan Kata
1. Bentuk terikat yang ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contoh:
• adibusana
• antarkota
• antibiotik
2. Bentuk terikat yang diikuti oleh kata yang menggunakan huruf awal kapital atau singkatan yang berupa huruf kapital, maka digabungkan dengan tanda hubung (-).
Contoh:
• non-ASEAN
• anti-MSG
• pro-Barat
3. Bentuk maha yang diikuti oleh kata dasar yang mengacu pada nama atau sifat Tuhan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contoh:
• Semoga Tuhan Yang Mahakuasa melindungi kita.
• Tuhan Yang Mahabijaksana dalam menentukan arah hidup kita
4. Adapun bentuk yang ditulis tidak serangkai atau ditulis terpisah dengan huruf awal kapital yaitu bentuk maha yang diikuti dengan bentukan kata atau kata turunan yang mengacu pada nama atau sifat Tuhan.
Contoh:
• Kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Pemberi.
• Marilah bersama-sama meminta kepada Tuhan Yang Maha Penolong.
5. Gabungan kata yang dapat menimbulkan kesalahpahaman yang berhubungan dengan maknanya, maka ditulis dengan memberikan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya.
Contoh:
• Anak-istri pejabat berbeda maknanya dengan anak istri-pejabat.
• Buku-sejarah baru berbeda maknanya dengan buku sejarah-baru.
• Ibu-bapak kami berbeda maknanya dengan ibu bapak-kami.
6. Gabungan kata yang penulisannya memang dipisah, tetap ditulis terpisah meskipun mendapat imbuhan (awalan atau akhiran).
Contoh:
• bertepuk tangan
• garis bawahi
• sebar luaskan
7. Gabungan kata yang mendapat awalan atau akhiran ditulis serangkai.
Contoh:
• pertanggungjawaban
• penghancurleburan
• dilipatgandakan
8. Gabungan kata yang sudah padu ditulis serangkai.
Contoh:
• apalagi
• barangkali
• bilamana
C. Kata Ulang (Reduplikasi)
Proses pengulangan bentuk kata dasar yang menggunakan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya. Hal ini merupakan pengulangan kata dasar secara keseluruhan.
Contoh:
• buku-buku
• anak-anak
• hati-hati
Adapun proses pengulangan bentuk gabungan kata ditulis dengan hanya mengulang unsur pertama.
Contoh:
• rakbuku menjadi rak-rak buku
• surat kabar menjadi surat-surat kabar
• kapal barang menjadi kapal-kapalbarang
D. Kata Majemuk
Unsur gabungan kata yang umum digunakan disebut kata majemuk, termasuk istilah-istilah khusus yang juga ditulis dengan cara terpisah.
Contoh:
• orang tua
• simpang empat
• persegi panjang
• meja tulis
E. Partikel
F. Kata Sandang
G. Singkatan dan Akronim
1. Singkatan
2. Akronim
Akronim merupakan proses pembentukan sebuah kata dengan cara menyingkat sebuah konsep yang direalisasikan ke dalam sebuah konstruk yang lebih dari sebuah kata.
Berdasarkan fungsi dan dan maknanya, kata dalam tata kalimat Bahasa Indonesia dikelompokkan menjadi: A) Verba (kata kerja), B) Nomina (kata benda), C) Adjektiva (kata sifat), D) Adverbia (kata keterangan), E) Pronomina (kata ganti), F) Numeralia (kata bilangan), G) Konjungsi (kata hubung), H) Preposisi (kata depan), dan I) Interjeksi (kata seru). Berikut merupakan penjabaran dan contohnya.
A. Verba (Kata Kerja)
Verba (kata kerja) merupakan kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan.
B. Nomina (Kata Benda)
Nomina (kata benda) merupakan kata yang menyatakan benda. Nomina memiliki ciri tidak dapat didahului oleh adverbia (kata keterangan) yang menyatakan penyangkalan yaitu tidak. Jadi, kata-kata meja, kucing, bulan, bintang, dan rumah termasuk nomina (kata benda) karena tidak dapat didahului oleh adverbia yang menyatakan penyangkalan yaitu tidak.
C. Adjektiva (Kata Sifat)
Adjektiva (kata sifat) merupakan kata yang menerangkan nomina (kata benda) dan dapat digabungkan dengan kata sangat, lebih, sekali.
D. Adverbia (Kata Keterangan)
Adverbia (kata keterangan) merupakan kata yang memberikan keterangan pada verba, adjektiva, nomina yang menyatakan predikat, atau kalimat.
E. Pronomina (Kata Ganti)
Pronomina (kata ganti) merupakan kata yang digunakan untuk menggantikan orang atau benda.
Adapun pronomina (kata ganti) yang digunakan untuk menggantikan orang disebut juga dengan pronomina personalia/pronomina personal.
F. Numeralia (Kata Bilangan)
Numeralia (kata bilangan) merupakan kata yang menunjukkan bilangan, jumlah, nomor, urutan, dan kumpulan.
Selain numeralia (kata bilangan), terdapat juga kata bantu bilangan disebut juga sebagai kata penggolong bilangan, yaiu kata yang digunakan untuk tanda pengenal nomina (kata benda) tertentu dan ditempatkan di antara kata bilangan dan nominanya. Kata bantu bilangan yang digunakan umumnya adalah orang untuk manusia, ekor untuk binatang, dan buah untuk benda umum. Adapun secara spesifik digunakan juga kata-kata batang, butir, helai, pucuk, tangkai, rumpun, dan lain-lain.
G. Preposisi (Kata Depan)
Preposisi (kata depan) merupakan kata yang terdapat di depan nomina (kata benda) atau kata-kata yang digunakan untuk merangkaikan nomina (kata benda) dengan verba (kata kerja) dalam suatu klausa, misalnya di, ke, dari, dan dengan.
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh:
Di mana Minho sekarang?
Pekan lalu, Cha eun woo berwisata ke Candi Borobudur.
Jukyung pindah dari rumah aslinya.
Adapun contoh kata yang ditulis serangkai, yaitu keluar, daripada, kemari, kepada.
H. Interjeksi (Kata Seru)
Interjeksi (kata seru) merupakan kata yang menyatakan perasaan batin, misalnya senang, terkejut, marah, kesal, kagum, sedih, dan lain-lain.
Berdasarkan fungsi dan dan maknanya, kata dalam tata kalimat Bahasa Indonesia dikelompokkan menjadi: A) Verba (kata kerja), B) Nomina (kata benda), C) Adjektiva (kata sifat), D) Adverbia (kata keterangan), E) Pronomina (kata ganti), F) Numeralia (kata bilangan), G) Konjungsi (kata hubung), H) Preposisi (kata depan), dan I) Interjeksi (kata seru). Berikut merupakan penjabaran dan contohnya.
A. Verba (Kata Kerja)
Verba (kata kerja) merupakan kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan.
B. Nomina (Kata Benda)
Nomina (kata benda) merupakan kata yang menyatakan benda. Nomina memiliki ciri tidak dapat didahului oleh adverbia (kata keterangan) yang menyatakan penyangkalan yaitu tidak. Jadi, kata-kata meja, kucing, bulan, bintang, dan rumah termasuk nomina (kata benda) karena tidak dapat didahului oleh adverbia yang menyatakan penyangkalan yaitu tidak.
C. Adjektiva (Kata Sifat)
Adjektiva (kata sifat) merupakan kata yang menerangkan nomina (kata benda) dan dapat digabungkan dengan kata sangat, lebih, sekali.
D. Adverbia (Kata Keterangan)
Adverbia (kata keterangan) merupakan kata yang memberikan keterangan pada verba, adjektiva, nomina yang menyatakan predikat, atau kalimat.
E. Pronomina (Kata Ganti)
Pronomina (kata ganti) merupakan kata yang digunakan untuk menggantikan orang atau benda.
Adapun pronomina (kata ganti) yang digunakan untuk menggantikan orang disebut juga dengan pronomina personalia/pronomina personal.
F. Numeralia (Kata Bilangan)
Numeralia (kata bilangan) merupakan kata yang menunjukkan bilangan, jumlah, nomor, urutan, dan kumpulan.
Selain numeralia (kata bilangan), terdapat juga kata bantu bilangan disebut juga sebagai kata penggolong bilangan, yaiu kata yang digunakan untuk tanda pengenal nomina (kata benda) tertentu dan ditempatkan di antara kata bilangan dan nominanya. Kata bantu bilangan yang digunakan umumnya adalah orang untuk manusia, ekor untuk binatang, dan buah untuk benda umum. Adapun secara spesifik digunakan juga kata-kata batang, butir, helai, pucuk, tangkai, rumpun, dan lain-lain.
G. Preposisi (Kata Depan)
Preposisi (kata depan) merupakan kata yang terdapat di depan nomina (kata benda) atau kata-kata yang digunakan untuk merangkaikan nomina (kata benda) dengan verba (kata kerja) dalam suatu klausa, misalnya di, ke, dari, dan dengan.
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh:
Di mana Minho sekarang?
Pekan lalu, Cha eun woo berwisata ke Candi Borobudur.
Jukyung pindah dari rumah aslinya.
Adapun contoh kata yang ditulis serangkai, yaitu keluar, daripada, kemari, kepada.
H. Interjeksi (Kata Seru)
Interjeksi (kata seru) merupakan kata yang menyatakan perasaan batin, misalnya senang, terkejut, marah, kesal, kagum, sedih, dan lain-lain.
Kata baku adalah kata yang cara penulisan atau pengucapannya memenuhi kaidah yang dibakukan/distandarkan. Kaidah standar tersebut dapat berupa Ejaan yang Disempurnakan (EYD), Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Kata baku digunakan dalam konteks ragam baku yang bermula pada ragam bahasa pendidikan, baik lisan maupun tulisan.
Pembakuan dan penstandaran kata dapat diselenggarakan oleh badan pemerintah yang resmi. Di Indonesia, badan pemerintah yang ditugasi untuk menangani pembakuan kata tersebut adalah Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Adapun ciri dari kata baku di antaranya: a) Tidak dipengaruhi bahasa asing, b) Tidak dipengaruhi bahasa daerah tertentu, c) Bukan merupakan bahasa percakapan, dan d) Pemakaian kata sesuai dengan konteks kalimat.
Sementara kata tidak baku adalah kata yang cara penulisan atau pengucapannya tidak memenuhi kaidah-kaidah standar yang telah disebutkan di atas. Kata tidak baku mayoritas sering ditemukan dalam penggunaan percakapan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut merupakan beberapa contoh kata baku dan tidak baku sesuai dengan kaidah yang berlaku.
Kata baku adalah kata yang cara penulisan atau pengucapannya memenuhi kaidah yang dibakukan/distandarkan. Kaidah standar tersebut dapat berupa Ejaan yang Disempurnakan (EYD), Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Kata baku digunakan dalam konteks ragam baku yang bermula pada ragam bahasa pendidikan, baik lisan maupun tulisan.
Pembakuan dan penstandaran kata dapat diselenggarakan oleh badan pemerintah yang resmi. Di Indonesia, badan pemerintah yang ditugasi untuk menangani pembakuan kata tersebut adalah Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Adapun ciri dari kata baku di antaranya: a) Tidak dipengaruhi bahasa asing, b) Tidak dipengaruhi bahasa daerah tertentu, c) Bukan merupakan bahasa percakapan, dan d) Pemakaian kata sesuai dengan konteks kalimat.
Sementara kata tidak baku adalah kata yang cara penulisan atau pengucapannya tidak memenuhi kaidah-kaidah standar yang telah disebutkan di atas. Kata tidak baku mayoritas sering ditemukan dalam penggunaan percakapan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut merupakan beberapa contoh kata baku dan tidak baku sesuai dengan kaidah yang berlaku.
Pemakaian Tanda Baca Berdasarkan Ejaan yang Disempurnakan (EYD)
Pemakaian tanda baca merupakan salah satu subbab yang dapat ditemukan dalam materi UTBK. Pemakaian tanda baca dapat ditemukan pada soal-soal TPS seperti Pemahaman Bacaan dan Menulis (PBM). Ada jenis soal seperti perbaikan tanda baca dan perbaikan kalimat yang dapat dijawab dengan memahami pemakaian tanda baca. Jadi, bagaimana pemakaian tanda baca yang baik dan benar menurut PUEBI? Yuk, lihat dan simak penjelasan berikut!
A. Tanda Titik (.)
1. Akhir kalimat yang berupa pernyataan harus diakhiri menggunakan tanda titik. Contoh:
• Aku akan selalu ada untukmu.
• Dia akan pergi ke Korea Selatan.
2. Bagian belakang angka atau huruf yang terdapat dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar menggunakan tanda titik. Contoh:
Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia • Kata - Kata Dasar - Kata Berimbuhan • Frasa 1) Frasa Endosentris 2) Frasa Eksosentris - Frasa Endosentris Atributif - Frasa Endosentris Apositif
Pengecualian: • Angka atau huruf yang sudah memiliki tanda kurung dalam suatu perincian tidak menggunakan tanda titik. Contoh: - 1) peran perempuan di era digital - a) masalah sosial di masa pandemi.
• Akhir penomoran digital yang terdiri atas lebih dari satu angka tidak menggunakan tanda titik. Contoh: - 1.2 Ilustrasi - 1.2.1 Gambar Tangan - 1.2.2 Tabel
• Bagian belakang angka atau angka terakhir yang terdapat dalam penomoran deret digital yang lebih dari satu angka dalam judul bagan, grafik, tabel atau gambar tidak menggunakan tanda titik. Contoh: - Tabel 1 Kondisi Kesehatan Perempuan di Jawa Tengah - Bagan 2.1 Bagian Umum
3. Angka detik, menit, jam yang menunjukkan waktu atau jangka waktu dipisahkan menggunakan tanda titik. Contoh:
• pukul 05.29.19 (pukul 5 lewat 29 menit 19 detik atau pukul 5, 29 menit, 19 detik) • 03.20.15 jam (3 jam, 20 menit, 15 detik) • 00.40.10 jam (40 menit, 10 detik) • 00.00.45 jam (45 detik)
4. Penulisan daftar pustaka harus menggunakan tanda titik di antara nama penulis, tahun terbit, judul tulisan (yang tidak diakhiri dengan tanda tanya atau tanda seru), dan tempat/lokasi terbit. Contoh:
• Kridalaksana, Harimurti. 2005. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama • Ramlan, M. 1985. Tata Bahasa Indonesia: Penggolongan Kata. Yogyakarta: Andi Offset.
5. Bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah dipisahkan menggunakan tanda titik. Contoh:
• Kasus positif Covid-19 di Jawa Barat mencapai 210.000 kasus. • Penduduk Jakarta lebih dari 13.000.000 orang. • Anggaran Kementerian Pertanian itu mencapai Rp255.000.000.000,00.
Pengecualian: • Bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah tidak dipisahkan menggunakan tanda titik. Contoh:
- Aku lahir tahun 1997. - Nomor teleponnya adalah 086754321121.
• Akhir judul yang merupakan tabel, kepala karangan, atau ilustrasi tidak menggunakan tanda titik. Contoh:
- Gambar 1 Alat Dengar Manusia - Tabel 1 Partisipasi Perempuan dalam Politik
• Bagian belakang (a) alamat penerima dan pengirim surat, serta (b) tanggal surat tidak menggunakan tanda titik. Contoh:
Yth. Direktur Pertamina Jalan Jakarta Raya No. 45 Menteng Jakarta 112211
B. Tanda Koma (,)
1. Di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan harus menggunakan tanda koma. Contoh:
• Kangkung, bayam, atau sawi merupakan sayuran. • Tiga, dua, ... satu!
2. Sebelum konjungsi atau kata hubung (tetapi, melainkan, sedangkan) dalam kalimat majemuk (setara) harus menggunakan tanda koma. Contoh:
• Aku ingin berlibur ke Bali, tetapi Covid-19 belum pergi. • Orang itu bukan kakak saya, melainkan sepupu saya. • Ibu mengajar di sekolah, sedangkan ayah pergi mengantar adik.
3. Anak kalimat yang mendahului induk kalimatnya dipisahkan menggunakan tanda koma. Contoh:
• Jika kamu datang, aku akan senang. • Karena kemarin hujan, acara syukuran itu batal.
Pengecualian: Apabila induk kalimat berada sebelum anak kalimat, tanda koma tidak digunakan. Contoh: • Aku akan senang jika kamu datang.
4. Bagian belakang kata atau ungkapan penghubung (konjungsi) antarkalimat, misalnya jadi, sehubungan dengan itu, dengan demikian, oleh karena itu, dan meskipun demikian menggunakan tanda koma. Contoh:
• Penyanyi itu sering latihan vokal. Jadi, suara dia sangat indah. • Ibuku rajin menabung. Oleh karena itu, dia bisa liburan ke Eropa.
5. Sesudah dan/atau sebelum kata seru (o, wah, aduh, ya, atau hai) dan kata yang digunakan sebagai sapaan (Bu, Nak, Dik) tanda koma harus digunakan. Contoh:
• O, begitu? • Wah, luar biasa! • Hati-hati, ya, lantainya licin! • Nak, kapan menjenguk Ibu? • Dimana rumahmu, Dik?
6. Petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat dipisahkan menggunakan tanda koma. Contoh:
• Kata kakak saya, “Rajinlah belajar agar bisa masuk PTN.” • “Tante saya sakit perut,” katanya “jadi, sekarang dirawat di Rumah Sakit.”
Pengecualian: Petikan langsung yang berupa kalimat tanya, kalimat perintah, atau kalimat seru dari bagian lain yang mengikutinya tidak dipisahkan menggunakan tanda koma. Contoh:
• “Sudah berapa lama tinggal di Jakarta?” tanya orang itu. • “Ambilkan gelas di dapur!” perintah Ibu. • “Wah, sejuk sekali ya daerah ini!” katanya.
7. Di antara (1) nama dan alamat, (2) bagian alamat, (3) tempat dan tanggal, serta (4) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis secara berurutan, tanda koma perlu digunakan. Contoh:
• Sdr. Rendi, Jalan Karangmalang IV/13, Kelurahan Caturtunggal, Kecamatan Depok, Yogyakarta 52801 • Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta, Jalan Colombo No. 1, Yogyakarta • Bogor, 17 April 1990 • Bangkok, Thailand
8. Bagian nama yang susunannya ditulis terbalik dalam daftar pustaka dipisahkan menggunakan tanda koma Contoh:
• Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik. Jakarta: PT Rineka Cipta. • Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia. • Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
9. Di antara bagian-bagian dalam catatan kaki atau catatan akhir tanda koma harus digunakan. Contoh:
10. Untuk membedakan nama diri, keluarga, atau marga dari singkatan, tanda koma harus digunakan di antara nama orang dan singkatan gelar akademis yang mengikutinya. Contoh: • M. Hamdani, S.E. • Ny. Solihah, S.S. • Ahmad Wahyudin, M.Hum. • Wiyatmi, S.H., M.H.
11. Di antara rupiah dan sen serta sebelum angka desimal yang dituliskan dengan angka, tanda koma perlu digunakan. Contoh:
• 17,2 m • 16,5 kg • Rp700,50 • Rp950,00
12. Keterangan tambahan atau keterangan aposisi harus diapit menggunakan tanda koma. Contoh:
• Di Kota Bogor, misalnya, masih banyak lahan yang belum digunakan. • Semua peserta, baik anak-anak maupun dewasa, harus mengikuti pembukaan acara. • Gusdur, Presiden IV RI, merupakan salah seorang tokoh NU. • Pejabat yang bertanggung jawab, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib menindaklanjuti laporan dalam waktu paling lama tujuh hari.
13. Di belakang keterangan yang terdapat di awal kalimat (untuk menghindari kesalahpahaman dalam membaca/salah pengertian), tanda koma perlu digunakan. Contoh:
• Dalam menangani pandemi Covid-19, pemerintah harus mengutamakan kesehatan daripada ekonomi. • Atas perhatian Saudara, kami ucapkan terima kasih.
C. Tanda Titik Koma (;)
1. Kalimat setara yang satu dari kalimat setara yang lain di dalam kalimat majemuk atau untuk mengganti kata penghubung dapat dipisahkan menggunakan tanda hubung. Contoh:
• Hujan belum berhenti; anak-anak masih belum pulang. • Kayak mengantar Ibu ke pasar; Ayah sedang berkebun; Adik menonton televisi.
2. Pada akhir perincian yang berupa klausa menggunakan tanda titik koma. Contoh:
Syarat mengikuti seleksi ini adalah (1) mahasiswa semester 5; (2) aktif berorganisasi; (3) bisa berbahasa Inggris; dan (4) bersedia mengikuti kegiatan selama tiga bulan.
3. Bagian-bagian pemerincian dalam kalimat yang sudah menggunakan tanda koma, dapat ditandai menggunakan tanda koma. Contoh:
• Kakak menjual cincin, kalung, dan anting; motor, mobil, dan sepeda; televisi, kipas angin, dan penanak nasi. • Kegiatan sidang skripsi ini meliputi a. pengenalan ketua penguji, sekretaris penguji, dan penguji utama; b. presentasi bab I, bab II, bab III, bab IV, dan bab V; dan c. diskusi, validasi, dan pengumuman hasil sidang.
D. Tanda Titik Dua (:)
1. Akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti pemerincian atau penjelasan menggunakan tanda titik dua. Contoh:
• Ibu membeli banyak sayuran: sawi, kangkung, dan bayam. • Dalam mencintai hanya ada dua pilihan: pertahankan atau tinggalkan.
2. Jika penjelasan atau perincian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan, tanda titik dua tidak digunakan. Contoh:
• Ayah membutuhkan paku, palu, dan gergaji. • Persidangan ini meliputi beberapa tahap a. pembukaan, b. Pembacaan dakwaan, dan c. kesimpulan
3. Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian perlu menggunakan tanda titik dua. Contoh:
• Ketua Penguji : Prof. Dr. Zamzani, M.Pd. • Sekretaris Penguji : Siti Maslakhah, M.Hum. • Penguji Utama : Dr. Prihadi, M.Hum.
4. Dalam naskah drama, sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan harus menggunakan tanda titik dua. Contoh: • Adit : "Ayo kejar aku, Pak!" • Bapak : "Sudah, Dit, jangan lari lagi!" • Adit : "Tidak mau! Ayo, Pak, kejar aku!"
5. Di antara (1) jilid atau nomor dan halaman, (2) surah dan ayat dalam kitab suci, (3) judul dan anak judul suatu karangan, serta (4) nama kota dan penerbit dalam daftar pustaka, tanda titik dua digunakan. Contoh:
3. Angka yang menyatakan tanggal, bulan, dan tahun dan/atau huruf yang disambungkan dalam kata yang dieja satu per satu, dapat disambung menggunakan tanda hubung. Contoh:
• 03-08-1998 • e-f-e-k-t-i-v-i-t-a-s
4. Hubungan bagian kata atau ungkapan, dapat diperjelas menggunakan tanda hubung. Contoh:
• be-rubahi • me-nggali • tiga-puluh lima-ribuan (30 x 5.000) • 30 3/25 (dua-puluh tiga perdua-puluh-lima)
5. Kata-kata berikut, dapat dirangkai dengan menggunakan tanda hubung. Contoh:
• Imbuhan se- dengan kata setelahnya yang dimulai dengan huruf kapital (se-Asia Tenggara, se-Jawa Timur);
• Preposisi ke- dengan angka (ranking ke-3);
• Angka/bilangan dengan –an (tahun 1990-an);
• Kata atau imbuhan dengan singkatan semua hurufnya kapital (hari-H, sinar-X, ber-KTP, di-SP-kan);
• Kata dengan kata ganti Tuhan (karunia-Nya, atas ampunan-Mu);
• Huruf dan angka (D-2, S-1, S-2); dan
• Kata ganti -ku, -mu, dan -nya dengan singkatan yang berupa huruf kapital (KTP-ku, SIM-mu, BPJS-nya).
6. Singkatan yang di dalamnya terdapat huruf dan angka, jika angka tersebut melambangkan jumlah huruf tidak perlu dipisahkan menggunakan tanda hubung. Contoh:
• P3GB (Pusat Pengembangan Pendidikan Guru Bahasa) • P3DT (Proyek Peningkatan Pembangunan Desa Tertinggal) • P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila)
7. Unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa daerah atau bahasa asing, perlu dirangkai dengan menggunakan tanda hubung. Contoh:
• di-senen-i (bahasa Jawa, 'dimarahi') • di-follow up • meng-invite • pen-update-an
8. Bentuk terikat yang menjadi objek bahasan, perlu ditandai dengan tanda hubung. Contoh:
• Kata pra- merupakan bentuk terikat. • Kata sarkasme memiliki kata dasar sarkas dan akhiran -asme.
F. Tanda Pisah (—)
1. Penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat perlu dibatasi dengan menggunakan tanda pisah. Contoh:
• Kesetaraan kelas itu—meskipun sulit untuk dicapai—diperjuangkan oleh manusia itu sendiri. • Keberhasilan itu—kita sependapat—dapat dicapai jika kita mau berusaha keras.
2. Adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain dalam suatu kalimat, perlu dibatasi dengan menggunakan tanda pisah. Contoh:
• Abdurrahman Wahid—Presiden ke-4 Republik Indonesia—merupakan seorang tokoh fenomenal. • Hasil penelitian ini—eufemisme dan disfemia—telah menambah khazanah kebahasaan di media sosial. • Program Guru Penggerak—amanat Mendikbud—harus mendongkrak pendidikan Indonesia.
3. Di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat yang berarti 'sampai dengan' atau 'sampai ke' perlu digunakan tanda pisah. Contoh:
• Tahun 2016—2020 • Tanggal 1—10 Maret 2020 • Solo—Yogyakarta
G. Tanda Tanya (?)
1. Akhir kalimat tanya perlu menggunakan tanda tanya. Contoh:
• Kapan film Black Widow tayang? • Siapa yang menjadi pemeran utama film Beauty and The Beast?
2. Bagian kalimat yang dipertanyakan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya di dalam kurung, dapat ditandai dengan menggunakan tanda tanya. Contoh:
• Tugu Jogja dibangun pada tahun 1590 (?). • Bahasa Jawa mempunyai 70 (?) dialek.
H. Tanda Seru (!)
1. Ungkapan atau pernyataan yang berupa perintah atau seruan yang menggambarkan emosi, perasaan tidak percaya, atau perasaan sungguh-sungguh yang kuat perlu diakhiri menggunakan tanda seru. Contoh:
• Andi masuk! • Buang! • Pantai Cemara ini memang sangat indah, ya! • Jangan lupa bahagia!
I. Tanda Elipsis (…)
1. Untuk menunjukkan bagian yang dihilangkan dalam suatu kutipan atau kalimat ada, perlu menggunakan tanda elipsis. Contoh:
• Frasa ... adalah frasa yang memiliki inti kata benda. • Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata prioritas adalah ….
2. Untuk menulis ujaran yang tidak selesai dalam dialog, perlu menggunakan tanda elipsis. Contoh:
• “Saya … anu … bagaimana … Bu?” • “Makanya kamu itu … sebentar ada telepon.”
J. Tanda Petik ("…")
1. Petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah drama atau film, atau bahan tertulis lain perlu menggunakan tanda petik. Contoh:
• "Kita harus terus melawan penjajahan!" seru Bung Karno dalam pidatonya. • "Bawa semua barang-barang ini sekarang!" perintahnya. "Lusa akan digunakan untuk praktik." • Menurut Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, "Negara Indonesia ialah negara kesatuan, yang berbentuk republik."
2. Judul sajak, lagu, film, sinetron, drama, artikel, naskah, atau bab buku yang digunakan dalam kalimat perlu diapit menggunakan tanda petik. Contoh:
• Puisi "Cipasung" terdapat pada halaman pertama buku itu. • Untuk mengenang jasa para pahlawan, kami akan memutarkan lagu "Gugur Bunga." • Film "Gundala" merupakan film pahlawan super yang ceritanya diadaptasi dari komik. • Ayah sedang membaca "Novel dan Referensi Sastra" dalam Kumpulan Esai Memasak Nasi Goreng Tanpa Nasi. • Artikel "Peran Perempuan di Era Digital" menjadi juara pertama lomba penulisan artikel. • Lihatlah dengan saksama bagian "Jenis-jenis Frasa" dalam buku Tata Bahasa Indonesia.
3. Istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus perlu diapit menggunakan tanda petik. Contoh:
• "Boga bahari" di Bali memang sangat enak. • Universitas dilarang menjual “kursi” kepada calon mahasiswa baru.
K. Tanda Petik Tunggal ('…')
1. Petikan yang terdapat dalam petikan lain perlu diapit menggunakan tanda petik tunggal. Contoh:
• "Seperti ada yang jatuh dan berbunyi 'tok-tok’' tadi, apakah kau dengar?" tanya dia. • "Adikku berteriak, 'Mbak, Tante pingsan!', dan aku langsung lari ke kamarnya,"ujarku.
2. Arti atau makna, hasil terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan perlu diapit menggunakan tanda petik tunggal. Contoh:
• terdakwa 'yang didakwa' • filtrum 'lekukan vertikal di bagian tengah bibir atas' • besar kepala 'sombong' • money laundry 'pencucian uang'
L. Tanda Kurung ((…))
1. Keterangan atau penjelasan perlu diapit menggunakan tanda kurung. Contoh:
• Adikku aktif sebagai anggota Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). • Mahasiswa baru belum mempunyai ATM (Anjungan Tunai Mandiri). • Pameran gawai (gadget) itu telah berhasil diselenggarakan di Bandung.
2. Keterangan atau penjelasan yang bukan bagian utama kalimat perlu diapit menggunakan tanda kurung. Contoh:
• Puisi Acep Zamzam Noer yang berjudul "Cipasung" (nama tempat di Tasikmalaya) ditulis pada tahun 2001. • Deskripsi itu (lihat Gambar 7) menunjukkan sistem pencernaan manusia.
3. Huruf/abjad atau kata yang keberadaannya di dalam teks dapat dimunculkan atau dihilangkan perlu diapit menggunakan tanda kurung. Contoh:
• Rumahnya selalu kebanjiran karena letaknya di dekat (sungai) Ciliwung. • Tontowi Ahmad berasal dari (kabupaten) Banyumas.
4. Huruf/abjad atau angka yang digunakan sebagai penanda pemerincian perlu diapit menggunakan tanda kurung. Contoh:
• Unsur-unsur bahasa terdiri atas (a) kata, (b) frasa, dan (c) klausa. • Ayah harus melengkapi berkas pendaftarannya dengan melampirkan (1) daftar riwayat hidup, (2) sertifikat, dan (3) surat bebas narkoba.
M. Tanda Kurung Siku ([…])
1. Abjad, kata, atau frasa sebagai perbaikan atau tambahan (karena adanya kesalahan atau kekurangan) di dalam naskah asli yang ditulis orang lain perlu diapit menggunakan tanda kurung siku. Contoh:
• Ibu telah tiba di Bandara Kual[a]namu. • Mereka [sudah] pergi kemarin sore membawa uang sebesar 2 miliar rupiah.
2. Keterangan dalam kalimat penjelas yang terdapat dalam tanda kurung perlu diapit menggunakan tanda kurung siku. Contoh:
• Perbedaan kedua aturan itu (persamaannya disebutkan di dalam Bab II [lihat halaman 21-27]) perlu dijelaskan di sini.
N. Tanda Garis Miring (/)
1. Nomor surat, nomor pada alamat rumah atau kantor, dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim (seperti tahun pelajaran) perlu menggunakan tanda garis miring.
Contoh:
• Nomor: 3/PG/I/2020 • Jalan Affandi II/15 • tahun ajaran 2020/2021
2. Pengganti kata dan, atau, serta setiap perlu menggunakan tanda garis miring. Contoh:
• siswa/siswi = 'siswa dan siswi' • belajar melalui buku/aplikasi = 'belajar melalui buku atau aplikasi’' • kalung dan/atau gelang = 'kalung dan gelang atau kalung atau gelang’' • harganya Rp1.000,00/lembar = 'harganya Rp1.000,00 setiap lembar'
3. Huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau pengurangan atas kesalahan atau kelebihan di dalam naskah asli yang ditulis orang lain perlu diapit menggunakan tanda garis miring. Contoh:
• Ilmu Ling/g/uistik merupakan ilmu yang mempelajari bahasa. • Salah satu judul pupuh sunda adalah Asmara/n/dana. • Pemerintah memberikan /h/imbauan untuk menjaga jarak selama pandemi.
O. Tanda Penyingkat ('')
1. Untuk memperlihatkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun dalam konteks tertentu perlu menggunakan tanda penyingkat. Contoh:
• Aku 'kan menjauh darimu. ('kan = akan) • Dia jadi datang, 'kan? ('kan = bukan) • Hari 'lah berlalu. ('lah = telah) • 10-1-'15 ('15 = 2015)
Diadaptasi dengan perubahan dari: Tim Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia. 2016. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Pemakaian Tanda Baca Berdasarkan Ejaan yang Disempurnakan (EYD)
Pemakaian tanda baca merupakan salah satu subbab yang dapat ditemukan dalam materi UTBK. Pemakaian tanda baca dapat ditemukan pada soal-soal TPS seperti Pemahaman Bacaan dan Menulis (PBM). Ada jenis soal seperti perbaikan tanda baca dan perbaikan kalimat yang dapat dijawab dengan memahami pemakaian tanda baca. Jadi, bagaimana pemakaian tanda baca yang baik dan benar menurut PUEBI? Yuk, lihat dan simak penjelasan berikut!
A. Tanda Titik (.)
1. Akhir kalimat yang berupa pernyataan harus diakhiri menggunakan tanda titik. Contoh:
• Aku akan selalu ada untukmu.
• Dia akan pergi ke Korea Selatan.
2. Bagian belakang angka atau huruf yang terdapat dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar menggunakan tanda titik. Contoh:
Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia • Kata - Kata Dasar - Kata Berimbuhan • Frasa 1) Frasa Endosentris 2) Frasa Eksosentris - Frasa Endosentris Atributif - Frasa Endosentris Apositif
Pengecualian: • Angka atau huruf yang sudah memiliki tanda kurung dalam suatu perincian tidak menggunakan tanda titik. Contoh: - 1) peran perempuan di era digital - a) masalah sosial di masa pandemi.
• Akhir penomoran digital yang terdiri atas lebih dari satu angka tidak menggunakan tanda titik. Contoh: - 1.2 Ilustrasi - 1.2.1 Gambar Tangan - 1.2.2 Tabel
• Bagian belakang angka atau angka terakhir yang terdapat dalam penomoran deret digital yang lebih dari satu angka dalam judul bagan, grafik, tabel atau gambar tidak menggunakan tanda titik. Contoh: - Tabel 1 Kondisi Kesehatan Perempuan di Jawa Tengah - Bagan 2.1 Bagian Umum
3. Angka detik, menit, jam yang menunjukkan waktu atau jangka waktu dipisahkan menggunakan tanda titik. Contoh:
• pukul 05.29.19 (pukul 5 lewat 29 menit 19 detik atau pukul 5, 29 menit, 19 detik) • 03.20.15 jam (3 jam, 20 menit, 15 detik) • 00.40.10 jam (40 menit, 10 detik) • 00.00.45 jam (45 detik)
4. Penulisan daftar pustaka harus menggunakan tanda titik di antara nama penulis, tahun terbit, judul tulisan (yang tidak diakhiri dengan tanda tanya atau tanda seru), dan tempat/lokasi terbit. Contoh:
• Kridalaksana, Harimurti. 2005. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama • Ramlan, M. 1985. Tata Bahasa Indonesia: Penggolongan Kata. Yogyakarta: Andi Offset.
5. Bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah dipisahkan menggunakan tanda titik. Contoh:
• Kasus positif Covid-19 di Jawa Barat mencapai 210.000 kasus. • Penduduk Jakarta lebih dari 13.000.000 orang. • Anggaran Kementerian Pertanian itu mencapai Rp255.000.000.000,00.
Pengecualian: • Bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah tidak dipisahkan menggunakan tanda titik. Contoh:
- Aku lahir tahun 1997. - Nomor teleponnya adalah 086754321121.
• Akhir judul yang merupakan tabel, kepala karangan, atau ilustrasi tidak menggunakan tanda titik. Contoh:
- Gambar 1 Alat Dengar Manusia - Tabel 1 Partisipasi Perempuan dalam Politik
• Bagian belakang (a) alamat penerima dan pengirim surat, serta (b) tanggal surat tidak menggunakan tanda titik. Contoh:
Yth. Direktur Pertamina Jalan Jakarta Raya No. 45 Menteng Jakarta 112211
B. Tanda Koma (,)
1. Di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan harus menggunakan tanda koma. Contoh:
• Kangkung, bayam, atau sawi merupakan sayuran. • Tiga, dua, ... satu!
2. Sebelum konjungsi atau kata hubung (tetapi, melainkan, sedangkan) dalam kalimat majemuk (setara) harus menggunakan tanda koma. Contoh:
• Aku ingin berlibur ke Bali, tetapi Covid-19 belum pergi. • Orang itu bukan kakak saya, melainkan sepupu saya. • Ibu mengajar di sekolah, sedangkan ayah pergi mengantar adik.
3. Anak kalimat yang mendahului induk kalimatnya dipisahkan menggunakan tanda koma. Contoh:
• Jika kamu datang, aku akan senang. • Karena kemarin hujan, acara syukuran itu batal.
Pengecualian: Apabila induk kalimat berada sebelum anak kalimat, tanda koma tidak digunakan. Contoh: • Aku akan senang jika kamu datang.
4. Bagian belakang kata atau ungkapan penghubung (konjungsi) antarkalimat, misalnya jadi, sehubungan dengan itu, dengan demikian, oleh karena itu, dan meskipun demikian menggunakan tanda koma. Contoh:
• Penyanyi itu sering latihan vokal. Jadi, suara dia sangat indah. • Ibuku rajin menabung. Oleh karena itu, dia bisa liburan ke Eropa.
5. Sesudah dan/atau sebelum kata seru (o, wah, aduh, ya, atau hai) dan kata yang digunakan sebagai sapaan (Bu, Nak, Dik) tanda koma harus digunakan. Contoh:
• O, begitu? • Wah, luar biasa! • Hati-hati, ya, lantainya licin! • Nak, kapan menjenguk Ibu? • Dimana rumahmu, Dik?
6. Petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat dipisahkan menggunakan tanda koma. Contoh:
• Kata kakak saya, “Rajinlah belajar agar bisa masuk PTN.” • “Tante saya sakit perut,” katanya “jadi, sekarang dirawat di Rumah Sakit.”
Pengecualian: Petikan langsung yang berupa kalimat tanya, kalimat perintah, atau kalimat seru dari bagian lain yang mengikutinya tidak dipisahkan menggunakan tanda koma. Contoh:
• “Sudah berapa lama tinggal di Jakarta?” tanya orang itu. • “Ambilkan gelas di dapur!” perintah Ibu. • “Wah, sejuk sekali ya daerah ini!” katanya.
7. Di antara (1) nama dan alamat, (2) bagian alamat, (3) tempat dan tanggal, serta (4) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis secara berurutan, tanda koma perlu digunakan. Contoh:
• Sdr. Rendi, Jalan Karangmalang IV/13, Kelurahan Caturtunggal, Kecamatan Depok, Yogyakarta 52801 • Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta, Jalan Colombo No. 1, Yogyakarta • Bogor, 17 April 1990 • Bangkok, Thailand
8. Bagian nama yang susunannya ditulis terbalik dalam daftar pustaka dipisahkan menggunakan tanda koma Contoh:
• Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik. Jakarta: PT Rineka Cipta. • Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia. • Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
9. Di antara bagian-bagian dalam catatan kaki atau catatan akhir tanda koma harus digunakan. Contoh:
10. Untuk membedakan nama diri, keluarga, atau marga dari singkatan, tanda koma harus digunakan di antara nama orang dan singkatan gelar akademis yang mengikutinya. Contoh: • M. Hamdani, S.E. • Ny. Solihah, S.S. • Ahmad Wahyudin, M.Hum. • Wiyatmi, S.H., M.H.
11. Di antara rupiah dan sen serta sebelum angka desimal yang dituliskan dengan angka, tanda koma perlu digunakan. Contoh:
• 17,2 m • 16,5 kg • Rp700,50 • Rp950,00
12. Keterangan tambahan atau keterangan aposisi harus diapit menggunakan tanda koma. Contoh:
• Di Kota Bogor, misalnya, masih banyak lahan yang belum digunakan. • Semua peserta, baik anak-anak maupun dewasa, harus mengikuti pembukaan acara. • Gusdur, Presiden IV RI, merupakan salah seorang tokoh NU. • Pejabat yang bertanggung jawab, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib menindaklanjuti laporan dalam waktu paling lama tujuh hari.
13. Di belakang keterangan yang terdapat di awal kalimat (untuk menghindari kesalahpahaman dalam membaca/salah pengertian), tanda koma perlu digunakan. Contoh:
• Dalam menangani pandemi Covid-19, pemerintah harus mengutamakan kesehatan daripada ekonomi. • Atas perhatian Saudara, kami ucapkan terima kasih.
C. Tanda Titik Koma (;)
1. Kalimat setara yang satu dari kalimat setara yang lain di dalam kalimat majemuk atau untuk mengganti kata penghubung dapat dipisahkan menggunakan tanda hubung. Contoh:
• Hujan belum berhenti; anak-anak masih belum pulang. • Kayak mengantar Ibu ke pasar; Ayah sedang berkebun; Adik menonton televisi.
2. Pada akhir perincian yang berupa klausa menggunakan tanda titik koma. Contoh:
Syarat mengikuti seleksi ini adalah (1) mahasiswa semester 5; (2) aktif berorganisasi; (3) bisa berbahasa Inggris; dan (4) bersedia mengikuti kegiatan selama tiga bulan.
3. Bagian-bagian pemerincian dalam kalimat yang sudah menggunakan tanda koma, dapat ditandai menggunakan tanda koma. Contoh:
• Kakak menjual cincin, kalung, dan anting; motor, mobil, dan sepeda; televisi, kipas angin, dan penanak nasi. • Kegiatan sidang skripsi ini meliputi a. pengenalan ketua penguji, sekretaris penguji, dan penguji utama; b. presentasi bab I, bab II, bab III, bab IV, dan bab V; dan c. diskusi, validasi, dan pengumuman hasil sidang.
D. Tanda Titik Dua (:)
1. Akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti pemerincian atau penjelasan menggunakan tanda titik dua. Contoh:
• Ibu membeli banyak sayuran: sawi, kangkung, dan bayam. • Dalam mencintai hanya ada dua pilihan: pertahankan atau tinggalkan.
2. Jika penjelasan atau perincian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan, tanda titik dua tidak digunakan. Contoh:
• Ayah membutuhkan paku, palu, dan gergaji. • Persidangan ini meliputi beberapa tahap a. pembukaan, b. Pembacaan dakwaan, dan c. kesimpulan
3. Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian perlu menggunakan tanda titik dua. Contoh:
• Ketua Penguji : Prof. Dr. Zamzani, M.Pd. • Sekretaris Penguji : Siti Maslakhah, M.Hum. • Penguji Utama : Dr. Prihadi, M.Hum.
4. Dalam naskah drama, sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan harus menggunakan tanda titik dua. Contoh: • Adit : "Ayo kejar aku, Pak!" • Bapak : "Sudah, Dit, jangan lari lagi!" • Adit : "Tidak mau! Ayo, Pak, kejar aku!"
5. Di antara (1) jilid atau nomor dan halaman, (2) surah dan ayat dalam kitab suci, (3) judul dan anak judul suatu karangan, serta (4) nama kota dan penerbit dalam daftar pustaka, tanda titik dua digunakan. Contoh:
3. Angka yang menyatakan tanggal, bulan, dan tahun dan/atau huruf yang disambungkan dalam kata yang dieja satu per satu, dapat disambung menggunakan tanda hubung. Contoh:
• 03-08-1998 • e-f-e-k-t-i-v-i-t-a-s
4. Hubungan bagian kata atau ungkapan, dapat diperjelas menggunakan tanda hubung. Contoh:
• be-rubahi • me-nggali • tiga-puluh lima-ribuan (30 x 5.000) • 30 3/25 (dua-puluh tiga perdua-puluh-lima)
5. Kata-kata berikut, dapat dirangkai dengan menggunakan tanda hubung. Contoh:
• Imbuhan se- dengan kata setelahnya yang dimulai dengan huruf kapital (se-Asia Tenggara, se-Jawa Timur);
• Preposisi ke- dengan angka (ranking ke-3);
• Angka/bilangan dengan –an (tahun 1990-an);
• Kata atau imbuhan dengan singkatan semua hurufnya kapital (hari-H, sinar-X, ber-KTP, di-SP-kan);
• Kata dengan kata ganti Tuhan (karunia-Nya, atas ampunan-Mu);
• Huruf dan angka (D-2, S-1, S-2); dan
• Kata ganti -ku, -mu, dan -nya dengan singkatan yang berupa huruf kapital (KTP-ku, SIM-mu, BPJS-nya).
6. Singkatan yang di dalamnya terdapat huruf dan angka, jika angka tersebut melambangkan jumlah huruf tidak perlu dipisahkan menggunakan tanda hubung. Contoh:
• P3GB (Pusat Pengembangan Pendidikan Guru Bahasa) • P3DT (Proyek Peningkatan Pembangunan Desa Tertinggal) • P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila)
7. Unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa daerah atau bahasa asing, perlu dirangkai dengan menggunakan tanda hubung. Contoh:
• di-senen-i (bahasa Jawa, 'dimarahi') • di-follow up • meng-invite • pen-update-an
8. Bentuk terikat yang menjadi objek bahasan, perlu ditandai dengan tanda hubung. Contoh:
• Kata pra- merupakan bentuk terikat. • Kata sarkasme memiliki kata dasar sarkas dan akhiran -asme.
F. Tanda Pisah (—)
1. Penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat perlu dibatasi dengan menggunakan tanda pisah. Contoh:
• Kesetaraan kelas itu—meskipun sulit untuk dicapai—diperjuangkan oleh manusia itu sendiri. • Keberhasilan itu—kita sependapat—dapat dicapai jika kita mau berusaha keras.
2. Adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain dalam suatu kalimat, perlu dibatasi dengan menggunakan tanda pisah. Contoh:
• Abdurrahman Wahid—Presiden ke-4 Republik Indonesia—merupakan seorang tokoh fenomenal. • Hasil penelitian ini—eufemisme dan disfemia—telah menambah khazanah kebahasaan di media sosial. • Program Guru Penggerak—amanat Mendikbud—harus mendongkrak pendidikan Indonesia.
3. Di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat yang berarti 'sampai dengan' atau 'sampai ke' perlu digunakan tanda pisah. Contoh:
• Tahun 2016—2020 • Tanggal 1—10 Maret 2020 • Solo—Yogyakarta
G. Tanda Tanya (?)
1. Akhir kalimat tanya perlu menggunakan tanda tanya. Contoh:
• Kapan film Black Widow tayang? • Siapa yang menjadi pemeran utama film Beauty and The Beast?
2. Bagian kalimat yang dipertanyakan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya di dalam kurung, dapat ditandai dengan menggunakan tanda tanya. Contoh:
• Tugu Jogja dibangun pada tahun 1590 (?). • Bahasa Jawa mempunyai 70 (?) dialek.
H. Tanda Seru (!)
1. Ungkapan atau pernyataan yang berupa perintah atau seruan yang menggambarkan emosi, perasaan tidak percaya, atau perasaan sungguh-sungguh yang kuat perlu diakhiri menggunakan tanda seru. Contoh:
• Andi masuk! • Buang! • Pantai Cemara ini memang sangat indah, ya! • Jangan lupa bahagia!
I. Tanda Elipsis (…)
1. Untuk menunjukkan bagian yang dihilangkan dalam suatu kutipan atau kalimat ada, perlu menggunakan tanda elipsis. Contoh:
• Frasa ... adalah frasa yang memiliki inti kata benda. • Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata prioritas adalah ….
2. Untuk menulis ujaran yang tidak selesai dalam dialog, perlu menggunakan tanda elipsis. Contoh:
• “Saya … anu … bagaimana … Bu?” • “Makanya kamu itu … sebentar ada telepon.”
J. Tanda Petik ("…")
1. Petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah drama atau film, atau bahan tertulis lain perlu menggunakan tanda petik. Contoh:
• "Kita harus terus melawan penjajahan!" seru Bung Karno dalam pidatonya. • "Bawa semua barang-barang ini sekarang!" perintahnya. "Lusa akan digunakan untuk praktik." • Menurut Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, "Negara Indonesia ialah negara kesatuan, yang berbentuk republik."
2. Judul sajak, lagu, film, sinetron, drama, artikel, naskah, atau bab buku yang digunakan dalam kalimat perlu diapit menggunakan tanda petik. Contoh:
• Puisi "Cipasung" terdapat pada halaman pertama buku itu. • Untuk mengenang jasa para pahlawan, kami akan memutarkan lagu "Gugur Bunga." • Film "Gundala" merupakan film pahlawan super yang ceritanya diadaptasi dari komik. • Ayah sedang membaca "Novel dan Referensi Sastra" dalam Kumpulan Esai Memasak Nasi Goreng Tanpa Nasi. • Artikel "Peran Perempuan di Era Digital" menjadi juara pertama lomba penulisan artikel. • Lihatlah dengan saksama bagian "Jenis-jenis Frasa" dalam buku Tata Bahasa Indonesia.
3. Istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus perlu diapit menggunakan tanda petik. Contoh:
• "Boga bahari" di Bali memang sangat enak. • Universitas dilarang menjual “kursi” kepada calon mahasiswa baru.
K. Tanda Petik Tunggal ('…')
1. Petikan yang terdapat dalam petikan lain perlu diapit menggunakan tanda petik tunggal. Contoh:
• "Seperti ada yang jatuh dan berbunyi 'tok-tok’' tadi, apakah kau dengar?" tanya dia. • "Adikku berteriak, 'Mbak, Tante pingsan!', dan aku langsung lari ke kamarnya,"ujarku.
2. Arti atau makna, hasil terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan perlu diapit menggunakan tanda petik tunggal. Contoh:
• terdakwa 'yang didakwa' • filtrum 'lekukan vertikal di bagian tengah bibir atas' • besar kepala 'sombong' • money laundry 'pencucian uang'
L. Tanda Kurung ((…))
1. Keterangan atau penjelasan perlu diapit menggunakan tanda kurung. Contoh:
• Adikku aktif sebagai anggota Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). • Mahasiswa baru belum mempunyai ATM (Anjungan Tunai Mandiri). • Pameran gawai (gadget) itu telah berhasil diselenggarakan di Bandung.
2. Keterangan atau penjelasan yang bukan bagian utama kalimat perlu diapit menggunakan tanda kurung. Contoh:
• Puisi Acep Zamzam Noer yang berjudul "Cipasung" (nama tempat di Tasikmalaya) ditulis pada tahun 2001. • Deskripsi itu (lihat Gambar 7) menunjukkan sistem pencernaan manusia.
3. Huruf/abjad atau kata yang keberadaannya di dalam teks dapat dimunculkan atau dihilangkan perlu diapit menggunakan tanda kurung. Contoh:
• Rumahnya selalu kebanjiran karena letaknya di dekat (sungai) Ciliwung. • Tontowi Ahmad berasal dari (kabupaten) Banyumas.
4. Huruf/abjad atau angka yang digunakan sebagai penanda pemerincian perlu diapit menggunakan tanda kurung. Contoh:
• Unsur-unsur bahasa terdiri atas (a) kata, (b) frasa, dan (c) klausa. • Ayah harus melengkapi berkas pendaftarannya dengan melampirkan (1) daftar riwayat hidup, (2) sertifikat, dan (3) surat bebas narkoba.
M. Tanda Kurung Siku ([…])
1. Abjad, kata, atau frasa sebagai perbaikan atau tambahan (karena adanya kesalahan atau kekurangan) di dalam naskah asli yang ditulis orang lain perlu diapit menggunakan tanda kurung siku. Contoh:
• Ibu telah tiba di Bandara Kual[a]namu. • Mereka [sudah] pergi kemarin sore membawa uang sebesar 2 miliar rupiah.
2. Keterangan dalam kalimat penjelas yang terdapat dalam tanda kurung perlu diapit menggunakan tanda kurung siku. Contoh:
• Perbedaan kedua aturan itu (persamaannya disebutkan di dalam Bab II [lihat halaman 21-27]) perlu dijelaskan di sini.
N. Tanda Garis Miring (/)
1. Nomor surat, nomor pada alamat rumah atau kantor, dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim (seperti tahun pelajaran) perlu menggunakan tanda garis miring.
Contoh:
• Nomor: 3/PG/I/2020 • Jalan Affandi II/15 • tahun ajaran 2020/2021
2. Pengganti kata dan, atau, serta setiap perlu menggunakan tanda garis miring. Contoh:
• siswa/siswi = 'siswa dan siswi' • belajar melalui buku/aplikasi = 'belajar melalui buku atau aplikasi’' • kalung dan/atau gelang = 'kalung dan gelang atau kalung atau gelang’' • harganya Rp1.000,00/lembar = 'harganya Rp1.000,00 setiap lembar'
3. Huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau pengurangan atas kesalahan atau kelebihan di dalam naskah asli yang ditulis orang lain perlu diapit menggunakan tanda garis miring. Contoh:
• Ilmu Ling/g/uistik merupakan ilmu yang mempelajari bahasa. • Salah satu judul pupuh sunda adalah Asmara/n/dana. • Pemerintah memberikan /h/imbauan untuk menjaga jarak selama pandemi.
O. Tanda Penyingkat ('')
1. Untuk memperlihatkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun dalam konteks tertentu perlu menggunakan tanda penyingkat. Contoh:
• Aku 'kan menjauh darimu. ('kan = akan) • Dia jadi datang, 'kan? ('kan = bukan) • Hari 'lah berlalu. ('lah = telah) • 10-1-'15 ('15 = 2015)
Diadaptasi dengan perubahan dari: Tim Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia. 2016. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Pemakaian Huruf Miring Berdasarkan Ejaan yang Disempurnakan (EYD)
Menurut Ejaan yang Disempurnakan (EYD), penggunaan huruf miring adalah sebagai berikut.
Judul buku, nama surat kabar, atau nama majalah yang dikutip dalam tulisan, termasuk judul yang dikutip dalam daftar pustaka ditulis menggunakan huruf miring. Contoh:
• Novel Bumi Manusia sangat menarik untuk dibaca. • Koran Jawa Pos sudah bisa diakses secara daring. • Majalah Horison menerbitkan kritik sastra yang baik. • Kridalaksana, Harimurti. 2005. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Huruf miring digunakan untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, suku kata, kata, atau kelompok kata/frasa dalam kalimat. Contoh:
• Huruf terakhir kata pasif adalah f. • Aku tidak ditinggalkan, tetapi meninggalkan. • Buku ini tidak membahas cara pergi ke Mars. • Buatlah kalimat menggunakan frasa meja hijau!
Kata atau ungkapan bahasa daerah atau bahasa asing ditulis menggunakan huruf miring. Contoh:
• Nama ilmiah ikan lele adalah Clarias bathracus. • Sudah dua tahun aku belum juga move on dari dia. • Pola pikirmu itu ndeso! • Jangan gitu atuh!
Pemakaian Huruf Miring Berdasarkan Ejaan yang Disempurnakan (EYD)
Menurut Ejaan yang Disempurnakan (EYD), penggunaan huruf miring adalah sebagai berikut.
Judul buku, nama surat kabar, atau nama majalah yang dikutip dalam tulisan, termasuk judul yang dikutip dalam daftar pustaka ditulis menggunakan huruf miring. Contoh:
• Novel Bumi Manusia sangat menarik untuk dibaca. • Koran Jawa Pos sudah bisa diakses secara daring. • Majalah Horison menerbitkan kritik sastra yang baik. • Kridalaksana, Harimurti. 2005. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Huruf miring digunakan untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, suku kata, kata, atau kelompok kata/frasa dalam kalimat. Contoh:
• Huruf terakhir kata pasif adalah f. • Aku tidak ditinggalkan, tetapi meninggalkan. • Buku ini tidak membahas cara pergi ke Mars. • Buatlah kalimat menggunakan frasa meja hijau!
Kata atau ungkapan bahasa daerah atau bahasa asing ditulis menggunakan huruf miring. Contoh:
• Nama ilmiah ikan lele adalah Clarias bathracus. • Sudah dua tahun aku belum juga move on dari dia. • Pola pikirmu itu ndeso! • Jangan gitu atuh!
Pemakaian Huruf Kapital Berdasarkan Ejaan yang Disempurnakan (EYD)
Menurut Ejaan yang Disempurnakan (EYD), penggunaan huruf kapital adalah sebagai berikut.
1. Huruf pertama awal kalimat harus ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• Mengapa kau datang ke Kampung Tomat ini? • Aku ingin menonton konser dangdut di Desa Kertajadi.
2. Huruf pertama unsur nama orang (termasuk juga yang mempunyai julukan) ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• Joko Widodo • Luhut Binsar Pandjaitan • Putra Petir • Son Heung Min • Yuta Watanabe
Pengecualian:
Nama orang yang dijadikan nama jenis atau satuan ukuran tidak ditulis menggunakan huruf kapital (misalnya: 15 watt).
Huruf pertama kata yang memiliki makna 'anak dari', seperti binti, bin, boru, dan van, atau huruf pertama kata tugas tidak ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• Robin van Persie • Afika binti Salman • Mutiara dari Timur
3. Huruf pertama di awal kalimat yang ada di dalam petikan langsung ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• “Apakah kamu sudah menemui Rossie?” katanya. • Rani bertanya, “Kamu jadi berangkat ke Cianjur?” • “Kemarin,” katanya “dia membawakan sebungkus roti.”
4. Huruf pertama nama Tuhan (termasuk sebutan kata ganti Tuhan), agama, dan kitab suci, ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• Islam • Kristen • Hindu • Alquran • Alkitab • Weda
5. Huruf pertama unsur nama gelar keturunan/bangsawan, gelar kehormatan, gelar keagamaan, atau gelar akademik yang diikuti nama orang, termasuk nama gelar akademik yang ditulis setelah nama orang harus ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• Sultan Iskandar Muda • Haji Andre Taulany • Raden Dewi Sartika • Doktor Else Liliani • Eka Kurniawan, Sarjana Filsafat
6. Huruf pertama/awal unsur nama gelar keagamaan, gelar keturunan, gelar kehormatan, dan nama profesi, serta nama jabatan dan kepangkatan yang digunakan sebagai sapaan ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• Terima kasih, Sultan. • Semoga lekas sembuh, Kiai. • Saya sakit kepala, Dokter. • Izin bertanya, Prof. • Siap laksanakan, Jenderal.
7. Huruf pertama unsur nama pangkat dan jabatan yang diikuti nama orang atau yang digunakan untuk menuliskan pengganti nama orang tertentu, nama tempat, atau nama lembaga ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• Wakil Presiden Kamala Harris • Laksamana Malahayati • Profesor Suminto A. Sayuti • Gubernur Jawa Barat • Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan
8. Huruf pertama nama bahasa, bangsa, dan suku bangsa ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• bahasa Jawa • bangsa Eropa • suku Osing
Pengecualian:
Huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang digunakan sebagai bentuk dasar kata turunan tidak ditulis menggunakan huruf kapital (misalnya: kearab-araban).
9. Huruf pertama nama tahun, bulan, hari dan hari besar atau hari raya ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• hari Senin • hari Jumat • bulan Maret • tahun Hijriah • hari Natal
10. Huruf pertama unsur nama peristiwa sejarah ditulis menggunakan huruf kapital.
Contoh:
• Perang Diponegoro • Konferensi Meja Bundar • Kongres Sumpah Pemuda
11. Huruf pertama nama tempat atau nama geografi ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• Yogyakarta • Gunung Gede • Jalan Gejayan • Sungai Ciliwung • Kota Bogor
Pengecualian:
Huruf pertama nama tempat atau nama geografi yang bukan nama diri (tidak diikuti dengan nama diri) tidak ditulis menggunakan huruf kapital (misalnya: besok rombongan kita akan berenang di pantai).
Huruf pertama nama tempat atau nama diri geografi yang dijadikan nama jenis (buah atau makanan, dsb) tidak ditulis menggunakan huruf kapital (misalnya: kacang bogor, jeruk bali).
Catatan:
Untuk membedakan nama jenis atau bukan, dapat dilihat dengan cara membandingkan dengan nama jenis lain yang sama kategorinya, misalnya: satai madura, satai ayam, satai kambing.
12. Huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur bentuk ulang sempurna) dalam nama lembaga, badan, organisasi, negara, atau dokumen, kecuali kata tugas (di, ke, dari, yang, untuk) ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• Republik Indonesia • Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia • Ikatan Dokter Indonesia • Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah • Badan Kesehatan Dunia
13. Huruf pertama setiap kata (termasuk unsur kata ulang atau reduplikasi sempurna) di dalam judul artikel, judul karangan, judul buku, dan judul makalah serta nama surat kabar dan majalan, kecuali kata tugas(yang, untuk, dari, ke, di) yang tidak terletak pada posisi awal ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• Saya akan menulis ulasan buku Cantik itu Luka. • Kritik sastra itu dimuat dalam majalah Horison. • Dia bekerja di media Tempo. • Ia mempresentasikan artikel "Penegakkan Hak-Hak Perempuan".
14. Huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, atau sapaan ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• S.Pd. = sarjana pendidikan • K.H. = kiai haji • Pdt. = pendeta • Prof. = profesor • Ny. = nyonya
15. Huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan (misalnya, kakak, bapak, ibu, tante) serta kata atau ungkapan lain yang digunakan dalam penyapaan atau pengacuan (termasuk kata Anda) ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• "Apakah Bapak ada?" tanya Ardi. • "Ayo masuk, Dik!" kata Bapak. • Lamaran Saudara telah kami baca. • "Hey,Pemuja Anime, sudah nonton Clannad belum?" • "Tante, saya sudah diskusi soal renovasi ruang kerja dengan Bapak." • Apakah Anda sudah mendaftar?
Pemakaian Huruf Kapital Berdasarkan Ejaan yang Disempurnakan (EYD)
Menurut Ejaan yang Disempurnakan (EYD), penggunaan huruf kapital adalah sebagai berikut.
1. Huruf pertama awal kalimat harus ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• Mengapa kau datang ke Kampung Tomat ini? • Aku ingin menonton konser dangdut di Desa Kertajadi.
2. Huruf pertama unsur nama orang (termasuk juga yang mempunyai julukan) ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• Joko Widodo • Luhut Binsar Pandjaitan • Putra Petir • Son Heung Min • Yuta Watanabe
Pengecualian:
Nama orang yang dijadikan nama jenis atau satuan ukuran tidak ditulis menggunakan huruf kapital (misalnya: 15 watt).
Huruf pertama kata yang memiliki makna 'anak dari', seperti binti, bin, boru, dan van, atau huruf pertama kata tugas tidak ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• Robin van Persie • Afika binti Salman • Mutiara dari Timur
3. Huruf pertama di awal kalimat yang ada di dalam petikan langsung ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• “Apakah kamu sudah menemui Rossie?” katanya. • Rani bertanya, “Kamu jadi berangkat ke Cianjur?” • “Kemarin,” katanya “dia membawakan sebungkus roti.”
4. Huruf pertama nama Tuhan (termasuk sebutan kata ganti Tuhan), agama, dan kitab suci, ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• Islam • Kristen • Hindu • Alquran • Alkitab • Weda
5. Huruf pertama unsur nama gelar keturunan/bangsawan, gelar kehormatan, gelar keagamaan, atau gelar akademik yang diikuti nama orang, termasuk nama gelar akademik yang ditulis setelah nama orang harus ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• Sultan Iskandar Muda • Haji Andre Taulany • Raden Dewi Sartika • Doktor Else Liliani • Eka Kurniawan, Sarjana Filsafat
6. Huruf pertama/awal unsur nama gelar keagamaan, gelar keturunan, gelar kehormatan, dan nama profesi, serta nama jabatan dan kepangkatan yang digunakan sebagai sapaan ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• Terima kasih, Sultan. • Semoga lekas sembuh, Kiai. • Saya sakit kepala, Dokter. • Izin bertanya, Prof. • Siap laksanakan, Jenderal.
7. Huruf pertama unsur nama pangkat dan jabatan yang diikuti nama orang atau yang digunakan untuk menuliskan pengganti nama orang tertentu, nama tempat, atau nama lembaga ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• Wakil Presiden Kamala Harris • Laksamana Malahayati • Profesor Suminto A. Sayuti • Gubernur Jawa Barat • Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan
8. Huruf pertama nama bahasa, bangsa, dan suku bangsa ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• bahasa Jawa • bangsa Eropa • suku Osing
Pengecualian:
Huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang digunakan sebagai bentuk dasar kata turunan tidak ditulis menggunakan huruf kapital (misalnya: kearab-araban).
9. Huruf pertama nama tahun, bulan, hari dan hari besar atau hari raya ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• hari Senin • hari Jumat • bulan Maret • tahun Hijriah • hari Natal
10. Huruf pertama unsur nama peristiwa sejarah ditulis menggunakan huruf kapital.
Contoh:
• Perang Diponegoro • Konferensi Meja Bundar • Kongres Sumpah Pemuda
11. Huruf pertama nama tempat atau nama geografi ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• Yogyakarta • Gunung Gede • Jalan Gejayan • Sungai Ciliwung • Kota Bogor
Pengecualian:
Huruf pertama nama tempat atau nama geografi yang bukan nama diri (tidak diikuti dengan nama diri) tidak ditulis menggunakan huruf kapital (misalnya: besok rombongan kita akan berenang di pantai).
Huruf pertama nama tempat atau nama diri geografi yang dijadikan nama jenis (buah atau makanan, dsb) tidak ditulis menggunakan huruf kapital (misalnya: kacang bogor, jeruk bali).
Catatan:
Untuk membedakan nama jenis atau bukan, dapat dilihat dengan cara membandingkan dengan nama jenis lain yang sama kategorinya, misalnya: satai madura, satai ayam, satai kambing.
12. Huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur bentuk ulang sempurna) dalam nama lembaga, badan, organisasi, negara, atau dokumen, kecuali kata tugas (di, ke, dari, yang, untuk) ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• Republik Indonesia • Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia • Ikatan Dokter Indonesia • Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah • Badan Kesehatan Dunia
13. Huruf pertama setiap kata (termasuk unsur kata ulang atau reduplikasi sempurna) di dalam judul artikel, judul karangan, judul buku, dan judul makalah serta nama surat kabar dan majalan, kecuali kata tugas(yang, untuk, dari, ke, di) yang tidak terletak pada posisi awal ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• Saya akan menulis ulasan buku Cantik itu Luka. • Kritik sastra itu dimuat dalam majalah Horison. • Dia bekerja di media Tempo. • Ia mempresentasikan artikel "Penegakkan Hak-Hak Perempuan".
14. Huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, atau sapaan ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• S.Pd. = sarjana pendidikan • K.H. = kiai haji • Pdt. = pendeta • Prof. = profesor • Ny. = nyonya
15. Huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan (misalnya, kakak, bapak, ibu, tante) serta kata atau ungkapan lain yang digunakan dalam penyapaan atau pengacuan (termasuk kata Anda) ditulis menggunakan huruf kapital. Contoh:
• "Apakah Bapak ada?" tanya Ardi. • "Ayo masuk, Dik!" kata Bapak. • Lamaran Saudara telah kami baca. • "Hey,Pemuja Anime, sudah nonton Clannad belum?" • "Tante, saya sudah diskusi soal renovasi ruang kerja dengan Bapak." • Apakah Anda sudah mendaftar?