Pertanyaan seputar kalimat di UTBK maupun ujian mandiri bisa sangat beragam, dari mulai pola kalimat, jenis dan klasifikasi kalimat, kepaduan kalimat, perluasan kalimat hingga mengisi kalimat yang rumpang. Maka dari itu, untuk menjawab soal-soal tersebut, ada beberapa materi tentang kalimat yang harus dikuasai terlebih dahulu.
Di materi kali ini, materi yang akan dibahas adalah kalimat berdasarkan fungsi subjeknya. Secara garis besar, kalimat berdasarkan fungsi subjeknya terbagi menjadi dua, yaitu kalimat aktif dan kalimat pasif.
1. Kalimat Aktif
Kalimat aktif merupakan kalimat yang subjeknya melakukan perbuatan atau tindakan. Suatu kalimat dikatakan kalimat aktif jika subjek (S) merupakan pelaku perbuatan yang dinyatakan oleh predikat (P) dan mengenai objek (O).
a. Ciri-ciri Kalimat Aktif
• Subjek berperan sebagai pelaku.
• Predikat berawalan me- atau ber- atau tak berimbuhan.
• Memiliki pola minimal S-P-O
b. Jenis Kalimat Aktif
• Kalimat Aktif Transitif
Kalimat aktif yang memerlukan objek di dalamnya. Kalimat ini ditandai oleh verba aktif pengisi predikat dan diikuti oleh objek dan dapat dipasifkan.
Contoh:
• Kalimat Aktif Intransitif
Kalimat Aktif Intransitif adalah kalimat aktif yang tidak memerlukan objek di dalamnya. Kalimat ini ditandai oleh verba aktif pengisi predikat tetapi tidak diikuti oleh objek dan tidak dapat dipasifkan.
Contoh:
2. Kalimat Pasif
Kalimat pasif merupakan kalimat yang subjeknya tidak berperan sebagai pelaku tetapi berperan sebagai yang dikenai tindakan oleh predikat.
a. Ciri-ciri Kalimat Pasif
• Subjek berperan sebagai penderita.
• Predikat berawalan di-, ter- atau ke-an.
b. Jenis-jenis Kalimat Pasif
1. Kalimat Pasif Tipe I
Kalimat pasif tipe I adalah kalimat pasif yang berasal dari kalimat aktif dengan mengubah unsur objek menjadi subjek dan mengakibatkan perubahan bentuk verba me- menjadi di-.
Contoh:
2. Kalimat Pasif Tipe II
Kalimat pasif tipe II adalah kalimat pasif yang ditandai dengan penanggalan prefiks me- dari verba aktif kemudian digantikan dengan penggunaan nomina pelaku pada kalimat asal.
Contoh:
3. Kalimat Pasif Tipe III
Kalimat pasif tipe III adalah kalimat pasif yang ditandai oleh predikat pasif yang berprefiks ter-. Subjek dikenai tindakan yang dinyatakan oleh predikat dan bermakna “tidak sengaja”.
Pertanyaan seputar kalimat di UTBK maupun ujian mandiri bisa sangat beragam, dari mulai pola kalimat, jenis dan klasifikasi kalimat, kepaduan kalimat, perluasan kalimat hingga mengisi kalimat yang rumpang. Maka dari itu, untuk menjawab soal-soal tersebut, ada beberapa materi tentang kalimat yang harus dikuasai terlebih dahulu.
Di materi kali ini, materi yang akan dibahas adalah kalimat berdasarkan fungsi subjeknya. Secara garis besar, kalimat berdasarkan fungsi subjeknya terbagi menjadi dua, yaitu kalimat aktif dan kalimat pasif.
1. Kalimat Aktif
Kalimat aktif merupakan kalimat yang subjeknya melakukan perbuatan atau tindakan. Suatu kalimat dikatakan kalimat aktif jika subjek (S) merupakan pelaku perbuatan yang dinyatakan oleh predikat (P) dan mengenai objek (O).
a. Ciri-ciri Kalimat Aktif
• Subjek berperan sebagai pelaku.
• Predikat berawalan me- atau ber- atau tak berimbuhan.
• Memiliki pola minimal S-P-O
b. Jenis Kalimat Aktif
• Kalimat Aktif Transitif
Kalimat aktif yang memerlukan objek di dalamnya. Kalimat ini ditandai oleh verba aktif pengisi predikat dan diikuti oleh objek dan dapat dipasifkan.
Contoh:
• Kalimat Aktif Intransitif
Kalimat Aktif Intransitif adalah kalimat aktif yang tidak memerlukan objek di dalamnya. Kalimat ini ditandai oleh verba aktif pengisi predikat tetapi tidak diikuti oleh objek dan tidak dapat dipasifkan.
Contoh:
2. Kalimat Pasif
Kalimat pasif merupakan kalimat yang subjeknya tidak berperan sebagai pelaku tetapi berperan sebagai yang dikenai tindakan oleh predikat.
a. Ciri-ciri Kalimat Pasif
• Subjek berperan sebagai penderita.
• Predikat berawalan di-, ter- atau ke-an.
b. Jenis-jenis Kalimat Pasif
1. Kalimat Pasif Tipe I
Kalimat pasif tipe I adalah kalimat pasif yang berasal dari kalimat aktif dengan mengubah unsur objek menjadi subjek dan mengakibatkan perubahan bentuk verba me- menjadi di-.
Contoh:
2. Kalimat Pasif Tipe II
Kalimat pasif tipe II adalah kalimat pasif yang ditandai dengan penanggalan prefiks me- dari verba aktif kemudian digantikan dengan penggunaan nomina pelaku pada kalimat asal.
Contoh:
3. Kalimat Pasif Tipe III
Kalimat pasif tipe III adalah kalimat pasif yang ditandai oleh predikat pasif yang berprefiks ter-. Subjek dikenai tindakan yang dinyatakan oleh predikat dan bermakna “tidak sengaja”.
Kalimat dilihat dari segi isi atau nilai komunikatifnya dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni (1) kalimat berita, (2) kalimat tanya dan (3)kalimat perintah.
1. Kalimat Berita
Kalimat berita adalah kalimat yang berisi informasi atau memberitahukan sesuatu pada pembaca atau pendengar.
Contoh:
- Adikku telah bekerja di Bank Indonesia.
- Tadi pagi ada delman yang kudanya mengamuk.
- Kalimat berita juga dibedakan lagi menjadi dua, yaitu (a) kalimat langsung dan (b) kalimat tak langsung.
a. Kalimat langsung
Kalimat langsung adalah kalimat yang dituturkan langsung oleh sumbernya tanpa melalui perantara dan tanpa adanya perubahan. Kalimat langsung ditandai dengan tanda kutip (“ ”) sebagai penanda ucapan langsung.
Contoh:
- Jimin berkata, “Jika terlalu larut, Suga akan pulang besok pagi.”
- “Aku lapar sekali! Aku mau makan.” Ucap Momo.
b. Kalimat tak langsung
Kalimat tak langsung adalah kalimat yang menyampaikan ulang ucapan seseorang tanpa perlu mengutip secara keseluruhan.
Contoh:
- Ibu bilang akan pulang besok.
- Suneo akan pulang terlambat katanya.
2. Kalimat Tanya
Kalimat tanya adalah kalimat yang isinya menanyakan sesuatu. Kalimat tanya biasanya diakhiri oleh tanda tanya (?) dan menggunakan kata tanya.
Contoh:
- Dio membaca buku apa?
- Kenapa Fadil tidak datang?
- Siapa perempuan yang berkacamata itu?
- Mengapa Ayah tidak pulang?
- Bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi?
- Kapan BTS konser di Indonesia?
3. Kalimat Perintah
Kalimat perintah adalah kalimat yang maknanya memberikan perintah, sehingga tanggapan yang diharapkan dari kalimat ini adalah berupa tindakan dari orang yang diperintahnya. Berdasarkan strukturnya kalimat perintah dibedakan menjadi tujuh bagian, yaitu (1) kalimat ajakan, (2) kalimat syarat, (3) kalimat permintaan, (4) kalimat izin, (5) kalimat perintah biasa, (6) kalimat sindiran, dan (7) kalimat larangan.
(1) kalimat ajakan
Kalimat ajakan adalah kalimat yang bermaksud untuk mengajak melakukan sesuatu bersama.
Contoh:
- Mari kita berangkat sekarang!
- Ayo istirahat dulu sebentar!
(2) kalimat syarat
Kalimat syarat adalah kalimat yang mengandung ketentuan tertentu yang harus terpenuhi untuk melakukan perbuatan tertentu.
Contoh:
- kamu boleh main di sini asalkan jangan berisik!
- Jika ingin laptop baru kamu harus menabung!
(3) kalimat permintaan
Kalimat permintaan adalah kalimat perintah yang diungkapkan dengan halus dan biasa disebut juga dengan kalimat permohonan.
Contoh:
- Tolong temani Hanbin belajar ya!
- Mohon tunggu sebentar ya!
(4) kalimat izin
Kalimat izin adalah kalimat perintah yang biasanya ditambahkan suatu pernyataan yang mengungkapkan pemberian izin.
Contoh:
- Ambil kue ini sesukamu!
- Kamu boleh pergi sekarang!
(5) kalimat perintah biasa
Kalimat perintah biasa adalah kalimat perintah yang isinya memerintahkan secara langsung kepada pembicara untuk melakukan sesuatu.
Contoh:
- Pergi dari tempat ini sekarang!
- Datanglah sore ini ke rumahku!
(6) kalimat sindiran
Kalimat sindiran adalah kalimat yang digunakan agar lawan bicara mengerti maksud kita tanpa mengungkapkannya dengan jelas.
Contoh:
- Ayo lawan dia kalau kamu berani! (maksud kalimat ini adalah menantang keberanian lawan bicaranya)
- Andaikan ada segelas air, pasti aku tidak haus lagi. (maksud kalimat ini adalah menyindir lawan bicara agar mengambilkan segelas air)
(7) kalimat larangan
Kalimat larangan adalah kalimat perintah yang berisi larangan, biasanya dengan menambahkan kata ingkar, yaitu jangan.
Kalimat dilihat dari segi isi atau nilai komunikatifnya dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni (1) kalimat berita, (2) kalimat tanya dan (3)kalimat perintah.
1. Kalimat Berita
Kalimat berita adalah kalimat yang berisi informasi atau memberitahukan sesuatu pada pembaca atau pendengar.
Contoh:
- Adikku telah bekerja di Bank Indonesia.
- Tadi pagi ada delman yang kudanya mengamuk.
- Kalimat berita juga dibedakan lagi menjadi dua, yaitu (a) kalimat langsung dan (b) kalimat tak langsung.
a. Kalimat langsung
Kalimat langsung adalah kalimat yang dituturkan langsung oleh sumbernya tanpa melalui perantara dan tanpa adanya perubahan. Kalimat langsung ditandai dengan tanda kutip (“ ”) sebagai penanda ucapan langsung.
Contoh:
- Jimin berkata, “Jika terlalu larut, Suga akan pulang besok pagi.”
- “Aku lapar sekali! Aku mau makan.” Ucap Momo.
b. Kalimat tak langsung
Kalimat tak langsung adalah kalimat yang menyampaikan ulang ucapan seseorang tanpa perlu mengutip secara keseluruhan.
Contoh:
- Ibu bilang akan pulang besok.
- Suneo akan pulang terlambat katanya.
2. Kalimat Tanya
Kalimat tanya adalah kalimat yang isinya menanyakan sesuatu. Kalimat tanya biasanya diakhiri oleh tanda tanya (?) dan menggunakan kata tanya.
Contoh:
- Dio membaca buku apa?
- Kenapa Fadil tidak datang?
- Siapa perempuan yang berkacamata itu?
- Mengapa Ayah tidak pulang?
- Bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi?
- Kapan BTS konser di Indonesia?
3. Kalimat Perintah
Kalimat perintah adalah kalimat yang maknanya memberikan perintah, sehingga tanggapan yang diharapkan dari kalimat ini adalah berupa tindakan dari orang yang diperintahnya. Berdasarkan strukturnya kalimat perintah dibedakan menjadi tujuh bagian, yaitu (1) kalimat ajakan, (2) kalimat syarat, (3) kalimat permintaan, (4) kalimat izin, (5) kalimat perintah biasa, (6) kalimat sindiran, dan (7) kalimat larangan.
(1) kalimat ajakan
Kalimat ajakan adalah kalimat yang bermaksud untuk mengajak melakukan sesuatu bersama.
Contoh:
- Mari kita berangkat sekarang!
- Ayo istirahat dulu sebentar!
(2) kalimat syarat
Kalimat syarat adalah kalimat yang mengandung ketentuan tertentu yang harus terpenuhi untuk melakukan perbuatan tertentu.
Contoh:
- kamu boleh main di sini asalkan jangan berisik!
- Jika ingin laptop baru kamu harus menabung!
(3) kalimat permintaan
Kalimat permintaan adalah kalimat perintah yang diungkapkan dengan halus dan biasa disebut juga dengan kalimat permohonan.
Contoh:
- Tolong temani Hanbin belajar ya!
- Mohon tunggu sebentar ya!
(4) kalimat izin
Kalimat izin adalah kalimat perintah yang biasanya ditambahkan suatu pernyataan yang mengungkapkan pemberian izin.
Contoh:
- Ambil kue ini sesukamu!
- Kamu boleh pergi sekarang!
(5) kalimat perintah biasa
Kalimat perintah biasa adalah kalimat perintah yang isinya memerintahkan secara langsung kepada pembicara untuk melakukan sesuatu.
Contoh:
- Pergi dari tempat ini sekarang!
- Datanglah sore ini ke rumahku!
(6) kalimat sindiran
Kalimat sindiran adalah kalimat yang digunakan agar lawan bicara mengerti maksud kita tanpa mengungkapkannya dengan jelas.
Contoh:
- Ayo lawan dia kalau kamu berani! (maksud kalimat ini adalah menantang keberanian lawan bicaranya)
- Andaikan ada segelas air, pasti aku tidak haus lagi. (maksud kalimat ini adalah menyindir lawan bicara agar mengambilkan segelas air)
(7) kalimat larangan
Kalimat larangan adalah kalimat perintah yang berisi larangan, biasanya dengan menambahkan kata ingkar, yaitu jangan.
Kalimat inti merupakan kalimat mayor yang hanya terdiri dari beberapa kata yang sekaligus menjadi inti kalimat.
Kalimat inti umumnya terdiri dari dua kata yang masing-masing menempati fungsi S dan P. Namun, kalimat inti juga bisa terdiri dari tiga kata atau lebih yang merupakan unsur inti dari pola: S-P, S-P-O, atau S-P-Pel.
Adapun ciri-ciri kalimat inti adalah sebagai berikut.
• Hanya terdiri dari beberapa kata.
• Kedua kata tersebut sekaligus menjadi inti kalimat.
• Tidak bisa berpola inversi.
• Diakhiri intonasi netral.
Contoh:
• Adik belajar.
• Ibu pergi.
• Ayah memanggil Heni.
B. Kalimat Luas atau Kalimat Transformasi
Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah ditambah dengan kata-kata baru sehingga di dalamnya tidak hanya terdiri atas unsur inti. Kalimat luas sering juga disebut sebagai kalimat transformasi.
Adapun cara mengubah kalimat inti menjadi kalimat transformasi adalah sebagai berikut.
• Menambah kata tanpa menambah unsur kalimat
• Menambah unsur kalimat
• Mengubah susunan kata
• Mengubah menjadi kalimat tanya
Contoh 1:
Adik
belajar.
S
P
Contoh di atas merupakan kalimat inti yang unsurnya hanya terdiri dari S – P. Kata-kata yang menempati unsur S-P pun merupakan inti.
Contoh 2:
Adi
sedang belajar
dengan kelompok belajarnya.
S
P
K
Contoh di atas merupakan kalimat luas atau kalimat transformasi yang unsur-unsurnya terdiri dari S-P-K. Selain ada penambahan unsur, unsur P pun diisi oleh frasa, bukan inti unsurnya.
Perhatikan contoh perubahan kalimat inti menjadi kalimat transformasi berikut!
Kalimat inti:
Adik
menangis.
S
P
Kalimat transformasi 1:
Adik
sedang belajar.
S
P
Pada contoh di atas,, polanya tetap S-P. Namun, unsur P diisi oleh frasa (dua kata) sehingga kalimat tersebut bisa dikategorikan sebagai kalimat luas atau kalimat transformasi.
Kalimat transformasi 2:
Adik
menangis
karena terjatuh dari tangga.
S
P
K
Pada contoh di atas, unsurnya bukan lagi S-P, tetapi S-P-K. Adanya penambahan unsur perluasan menyebabkan kalimat tersebut menjadi kalimat luas atau kalimat transformasi.
Kalimat transformasi 3:
Menangis
adik
karena terjatuh.
P
S
K
Pada contoh di atas, kalimatnya berupa inversi sehingga bisa disebut sebagai kalimat transformasi.
Kalimat transformasi 4:
Adik
menangis?
S
P
Pada contoh di atas, kalimatnya berupa kalimat tanya. Jadi, meskipun hanya berupa dua kata, kalimat tersebut tetap tidak bisa dikategorikan sebagai kalimat inti.
Perhatikan contoh soal berikut!
Rumah dijual.
Manakah di antara kalimat berikut yang merupakan perluasan dari kalimat inti di atas?
A. Rumah yang ada di ujung jalan tersebut dijual dengan harga lebih dari satu miliar rupiah.
B. Rumah yang dijual itu merupakan rumah milik Pak Anton.
C. Di ujung jalan, ada rumah mewah yang dijual dengan harga cukup murah.
D. Rumah yang dijual dengan harga murah itu berhantu.
E. Anton membeli rumah mewah yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan.
Pembahasan:
• Pilihan jawaban A benar. Jika kalimat tersebut diteliti unsur intinya, yang menempati fungsi S-P adalah rumah dijual.
Pilihan jawaban B salah. Jika kalimat tersebut diteliti unsur intinya, yang menempati fungsi S-P adalah rumah merupakan rumah milik Pak Anton. Kata yang dijual merupakan perluasan unsur S.
Pilihan jawaban C salah. Jika kalimat tersebut diteliti unsur intinya, yang menempati fungsi S-P adalah ada rumah.
Pilihan jawaban D salah. Jika kalimat tersebut diteliti unsur intinya, yang menempati fungsi S-P adalah rumah berhantu.
Pilihan jawaban E salah. Jika kalimat tersebut diteliti unsur intinya, yang menempati fungsi S-P adalah Anton membeli rumah.
Kalimat inti merupakan kalimat mayor yang hanya terdiri dari beberapa kata yang sekaligus menjadi inti kalimat.
Kalimat inti umumnya terdiri dari dua kata yang masing-masing menempati fungsi S dan P. Namun, kalimat inti juga bisa terdiri dari tiga kata atau lebih yang merupakan unsur inti dari pola: S-P, S-P-O, atau S-P-Pel.
Adapun ciri-ciri kalimat inti adalah sebagai berikut.
• Hanya terdiri dari beberapa kata.
• Kedua kata tersebut sekaligus menjadi inti kalimat.
• Tidak bisa berpola inversi.
• Diakhiri intonasi netral.
Contoh:
• Adik belajar.
• Ibu pergi.
• Ayah memanggil Heni.
B. Kalimat Luas atau Kalimat Transformasi
Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah ditambah dengan kata-kata baru sehingga di dalamnya tidak hanya terdiri atas unsur inti. Kalimat luas sering juga disebut sebagai kalimat transformasi.
Adapun cara mengubah kalimat inti menjadi kalimat transformasi adalah sebagai berikut.
• Menambah kata tanpa menambah unsur kalimat
• Menambah unsur kalimat
• Mengubah susunan kata
• Mengubah menjadi kalimat tanya
Contoh 1:
Adik
belajar.
S
P
Contoh di atas merupakan kalimat inti yang unsurnya hanya terdiri dari S – P. Kata-kata yang menempati unsur S-P pun merupakan inti.
Contoh 2:
Adi
sedang belajar
dengan kelompok belajarnya.
S
P
K
Contoh di atas merupakan kalimat luas atau kalimat transformasi yang unsur-unsurnya terdiri dari S-P-K. Selain ada penambahan unsur, unsur P pun diisi oleh frasa, bukan inti unsurnya.
Perhatikan contoh perubahan kalimat inti menjadi kalimat transformasi berikut!
Kalimat inti:
Adik
menangis.
S
P
Kalimat transformasi 1:
Adik
sedang belajar.
S
P
Pada contoh di atas,, polanya tetap S-P. Namun, unsur P diisi oleh frasa (dua kata) sehingga kalimat tersebut bisa dikategorikan sebagai kalimat luas atau kalimat transformasi.
Kalimat transformasi 2:
Adik
menangis
karena terjatuh dari tangga.
S
P
K
Pada contoh di atas, unsurnya bukan lagi S-P, tetapi S-P-K. Adanya penambahan unsur perluasan menyebabkan kalimat tersebut menjadi kalimat luas atau kalimat transformasi.
Kalimat transformasi 3:
Menangis
adik
karena terjatuh.
P
S
K
Pada contoh di atas, kalimatnya berupa inversi sehingga bisa disebut sebagai kalimat transformasi.
Kalimat transformasi 4:
Adik
menangis?
S
P
Pada contoh di atas, kalimatnya berupa kalimat tanya. Jadi, meskipun hanya berupa dua kata, kalimat tersebut tetap tidak bisa dikategorikan sebagai kalimat inti.
Perhatikan contoh soal berikut!
Rumah dijual.
Manakah di antara kalimat berikut yang merupakan perluasan dari kalimat inti di atas?
A. Rumah yang ada di ujung jalan tersebut dijual dengan harga lebih dari satu miliar rupiah.
B. Rumah yang dijual itu merupakan rumah milik Pak Anton.
C. Di ujung jalan, ada rumah mewah yang dijual dengan harga cukup murah.
D. Rumah yang dijual dengan harga murah itu berhantu.
E. Anton membeli rumah mewah yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan.
Pembahasan:
• Pilihan jawaban A benar. Jika kalimat tersebut diteliti unsur intinya, yang menempati fungsi S-P adalah rumah dijual.
Pilihan jawaban B salah. Jika kalimat tersebut diteliti unsur intinya, yang menempati fungsi S-P adalah rumah merupakan rumah milik Pak Anton. Kata yang dijual merupakan perluasan unsur S.
Pilihan jawaban C salah. Jika kalimat tersebut diteliti unsur intinya, yang menempati fungsi S-P adalah ada rumah.
Pilihan jawaban D salah. Jika kalimat tersebut diteliti unsur intinya, yang menempati fungsi S-P adalah rumah berhantu.
Pilihan jawaban E salah. Jika kalimat tersebut diteliti unsur intinya, yang menempati fungsi S-P adalah Anton membeli rumah.
Pola kalimat adalah konsep dasar yang perlu dipelajari sebelum memahami materi kalimat yang lebih kompleks. Dalam ujian masuk PTN, pertanyaan tentang pola kalimat memang jarang. Namun, tanpa memahami pola kalimat, kamu akan susah mengerjakan soal-soal tentang kalimat, seperti kalimat inti atau kalimat efektif.
Padahal, dalam Simak UI atau Utul UGM, ada banyak sekali soal yang berkaitan dengan kalimat. Meski tidak secara eksplisit menanyakan pola kalimat, materi ini adalah materi dasar. Jadi, kamu wajib memahaminya.
Apa itu pola kalimat?
Untuk menentukan pola kalimat, kamu harus paham unsur-unsur kalimat.
Dalam bahasa Indonesia, unsur-unsur kalimat terbagi menjadi sebagai berikut.
1. Subjek (S)
Subjek merupakan unsur inti dalam sebuah kalimat. Biasanya, subjek berwujud kata benda. Kamu pun pasti sering memaknai subjek sebagai pelaku. Namun, pada dasarnya, subjek tidak harus selalu kata benda atau pelaku.
Untuk memudahkanmu menentukan Subjek, berikut adalah beberapa ciri-ciri dari Subjek.
• Inti yang sedang dibahas dalam kalimat
• Menjawab pertanyaan apa atau siapa
• Diikuti dengan kata itu.
Contoh 1:
Ibu
menjual
bunga.
S
P
O
Pada contoh di atas, kata Ibu berposisi sebagai Subjek. Kata tersebut merupakan kata benda dan berfungsi sebagai pelaku.
Contoh 2:
Membaca
adalah
hobi yang sangat bermanfaat.
S
P
Pel
Namun, pada contoh 2, yang menempati Subjek adalah kata Membaca. Kata tersebut adalah kata kerja dan fungsinya bukan sebagai pelaku.
2. Predikat (P)
Predikat juga merupakan unsur inti dalam sebuah kalimat. Kalimat yang efektif wajib memiliki Subjek dan Predikat. Jika Subjek adalah inti yang sedang dibahas, Predikat adalah penjelas inti tersebut.
Pada umumnya, Predikat berwujud kata kerja atau verba. Namun, pada dasarnya, Subjek dan Predikat bisa berwujud kata benda, kata kerja, atau kata sifat.
Untuk memudahkanmu dalam menentukan predikat, berikut beberapa ciri-cirinya.
• Unsur inti penjelas Subjek
• Menjawab pertanyaan mengapa dan bagaimana
• Bisa ditempati oleh kata kerja kopula, yakni adalah, merupakan, ialah.
Contoh 1:
Ibu
menjual
bunga.
S
P
O
Pada contoh 1, yang menempati posisi predikat adalah kata kerja, yakni kata menjual.
Contoh 2:
Dia
mahasiswa.
S
P
Pada contoh 2, yang menempati posisi predikat adalah kata benda, yakni kata mahasiswa.
Contoh 3:
Soal itu
susah.
S
P
Pada contoh 3, yang menempati posisi predikat adalah kata sifat, yakni kata susah.
Berdasarkan contoh di atas, semua Subjek berwujud kata benda. Namun, kata yang menempati posisi Predikat tidak selalu kata kerja. Dari contoh-contoh di atas, kamu bisa mengingat Predikat bukan hanya sebagai kata kerja, melainkan sebagai penjelas Subjeknya.
3. Objek (O)
Objek bukanlah unsur wajib dalam sebuah kalimat. Objek hanya ada pada kalimat transitif. Biasanya, objek merupakan yang dikenai pekerjaan.
Untuk memudahkanmu menentukan Objek kalimat, berikut beberapa ciri-cirinya.
• Berupa kata benda.
• Berada setelah Predikat.
• Bisa menjadi subjek ketika dipasifkan.
• Bisa diganti dengan -nya.
• Berfungsi sebagai yang dikenai pekerjaan.
Contoh 1:
Ibu
menjual
bunga.
S
P
O
Contoh 2:
Ibu
membelikan
adik
sepatu baru.
S
P
O
Pel
4. Pelengkap (Pel)
Sama seperti Objek, pelengkap bukan merupakan unsur inti dalam kalimat. Jika dibandingkan dengan Objek, kamu mungkin jarang mendengar unsur pelengkap. Padahal, di dalam kalimat, Pelengkap lebih banyak muncul daripada Objek.
Perhatikan contoh berikut.
Contoh 1:
Ibu
menjual
bunga.
S
P
O
Contoh 2:
Ibu
berjualan
bunga.
S
P
Pel
Contoh 3:
Ibu
membelikan
adik
sepatu baru.
S
P
O
Pel
Contoh 4:
Bunga
dijual
ibu.
S
P
Pel
Penjelasan:
Pada contoh 1 dan 2, perbedaannya hanya ada pada kata-kata yang menempati fungsi predikat. Contoh 1 predikatnya menjual yang merupakan verba transitif, sedangkan contoh 2 predikatnya berjualan yang merupakan verba intransitif.
• Pada contoh 1, bunga menempati posisi Objek karena bisa dipasifkan.
• Pada contoh 2, bunga menempati posisi Pelengkap karena tidak bisa dipasifkan.
• Pada contoh 3, adik menempati posisi Objek, sedangkan sepatu baru menempati posisi Pelengkap.
• Pada contoh 4, kata ibu tidak lagi menjadi Objek. Bentuk kalimat pasif tidak memiliki Objek. Setelah predikat pasif, unsur kalimat menjadi Pelengkap atau Keterangan.
Berdasarkan contoh dan penjelasan tersebut, ciri-ciri pelengkap adalah sebagai berikut.
• Berfungsi melengkapi kalimat
• Berada setelah P atau setelah O
• Tidak bisa dipasifkan
5. Keterangan (K)
Keterangan merupakan unsur kalimat yang berfungsi sebagai penjelasan lebih lanjut seputar sesuatu yang ada dalam kalimat. Keterangan memberikan informasi mengenai waktu, tempat, cara, alat, sebab, dan tujuan.
Keterangan juga bisa berupa kata, frasa, atau klausa.
Jika berwujud klausa (S-P), keterangan akan menjadi anak kalimat.
Untuk memudahkan kamu dalam menentukan keterangan dalam kalimat, ciri-cirinya adalah sebagai berikut.
• Bisa berpindah posisi.
• Diawali preposisi.
• Diawali konjungsi subordinatif.
Contoh 1:
Anton
tidak masuk
karena sakit.
S
P
K
Contoh 2:
Petani
membajak
sawah
dengan traktor.
S
P
O
K
Untuk memudahkanmu mengenali unsur-unsur dalam kalimat, lihat ringkasan S-P-O-Pel-K pada gambar berikut.
B. Jenis Kalimat berdasarkan Pola Kalimat
Selanjutnya, kamu bisa menemukan dua jenis kalimat berdasarkan polanya, yakni kalimat normal dan kalimat inversi.
1. Kalimat Normal
Kalimat normal adalah kalimat yang umum kita jumpai, yakni diawali dengan Subjek. Pola kalimat normal adalah sebagai berikut.
• S-P
• S-P-O
• S-P-Pel
• S-P-O-Pel
2. Kalimat Inversi
Kalimat inversi adalah kalimat yang terbalik. Maksudnya terbalik adalah Predikat hadir terlebih dahulu sebelum paragraf. Pola kalimat inversi adalah P-S.
Contoh:
Terjadi
kebakaran.
P
S
Itulah konsep dasar tentang kalimat yang wajib kamu pahami. Setelah memahami unsur dan pola kalimat, kamu akan lebih mudah mengerjakan materi lebih lanjut, yakni kalimat inti dan kalimat efektif.
Pola kalimat adalah konsep dasar yang perlu dipelajari sebelum memahami materi kalimat yang lebih kompleks. Dalam ujian masuk PTN, pertanyaan tentang pola kalimat memang jarang. Namun, tanpa memahami pola kalimat, kamu akan susah mengerjakan soal-soal tentang kalimat, seperti kalimat inti atau kalimat efektif.
Padahal, dalam Simak UI atau Utul UGM, ada banyak sekali soal yang berkaitan dengan kalimat. Meski tidak secara eksplisit menanyakan pola kalimat, materi ini adalah materi dasar. Jadi, kamu wajib memahaminya.
Apa itu pola kalimat?
Untuk menentukan pola kalimat, kamu harus paham unsur-unsur kalimat.
Dalam bahasa Indonesia, unsur-unsur kalimat terbagi menjadi sebagai berikut.
1. Subjek (S)
Subjek merupakan unsur inti dalam sebuah kalimat. Biasanya, subjek berwujud kata benda. Kamu pun pasti sering memaknai subjek sebagai pelaku. Namun, pada dasarnya, subjek tidak harus selalu kata benda atau pelaku.
Untuk memudahkanmu menentukan Subjek, berikut adalah beberapa ciri-ciri dari Subjek.
• Inti yang sedang dibahas dalam kalimat
• Menjawab pertanyaan apa atau siapa
• Diikuti dengan kata itu.
Contoh 1:
Ibu
menjual
bunga.
S
P
O
Pada contoh di atas, kata Ibu berposisi sebagai Subjek. Kata tersebut merupakan kata benda dan berfungsi sebagai pelaku.
Contoh 2:
Membaca
adalah
hobi yang sangat bermanfaat.
S
P
Pel
Namun, pada contoh 2, yang menempati Subjek adalah kata Membaca. Kata tersebut adalah kata kerja dan fungsinya bukan sebagai pelaku.
2. Predikat (P)
Predikat juga merupakan unsur inti dalam sebuah kalimat. Kalimat yang efektif wajib memiliki Subjek dan Predikat. Jika Subjek adalah inti yang sedang dibahas, Predikat adalah penjelas inti tersebut.
Pada umumnya, Predikat berwujud kata kerja atau verba. Namun, pada dasarnya, Subjek dan Predikat bisa berwujud kata benda, kata kerja, atau kata sifat.
Untuk memudahkanmu dalam menentukan predikat, berikut beberapa ciri-cirinya.
• Unsur inti penjelas Subjek
• Menjawab pertanyaan mengapa dan bagaimana
• Bisa ditempati oleh kata kerja kopula, yakni adalah, merupakan, ialah.
Contoh 1:
Ibu
menjual
bunga.
S
P
O
Pada contoh 1, yang menempati posisi predikat adalah kata kerja, yakni kata menjual.
Contoh 2:
Dia
mahasiswa.
S
P
Pada contoh 2, yang menempati posisi predikat adalah kata benda, yakni kata mahasiswa.
Contoh 3:
Soal itu
susah.
S
P
Pada contoh 3, yang menempati posisi predikat adalah kata sifat, yakni kata susah.
Berdasarkan contoh di atas, semua Subjek berwujud kata benda. Namun, kata yang menempati posisi Predikat tidak selalu kata kerja. Dari contoh-contoh di atas, kamu bisa mengingat Predikat bukan hanya sebagai kata kerja, melainkan sebagai penjelas Subjeknya.
3. Objek (O)
Objek bukanlah unsur wajib dalam sebuah kalimat. Objek hanya ada pada kalimat transitif. Biasanya, objek merupakan yang dikenai pekerjaan.
Untuk memudahkanmu menentukan Objek kalimat, berikut beberapa ciri-cirinya.
• Berupa kata benda.
• Berada setelah Predikat.
• Bisa menjadi subjek ketika dipasifkan.
• Bisa diganti dengan -nya.
• Berfungsi sebagai yang dikenai pekerjaan.
Contoh 1:
Ibu
menjual
bunga.
S
P
O
Contoh 2:
Ibu
membelikan
adik
sepatu baru.
S
P
O
Pel
4. Pelengkap (Pel)
Sama seperti Objek, pelengkap bukan merupakan unsur inti dalam kalimat. Jika dibandingkan dengan Objek, kamu mungkin jarang mendengar unsur pelengkap. Padahal, di dalam kalimat, Pelengkap lebih banyak muncul daripada Objek.
Perhatikan contoh berikut.
Contoh 1:
Ibu
menjual
bunga.
S
P
O
Contoh 2:
Ibu
berjualan
bunga.
S
P
Pel
Contoh 3:
Ibu
membelikan
adik
sepatu baru.
S
P
O
Pel
Contoh 4:
Bunga
dijual
ibu.
S
P
Pel
Penjelasan:
Pada contoh 1 dan 2, perbedaannya hanya ada pada kata-kata yang menempati fungsi predikat. Contoh 1 predikatnya menjual yang merupakan verba transitif, sedangkan contoh 2 predikatnya berjualan yang merupakan verba intransitif.
• Pada contoh 1, bunga menempati posisi Objek karena bisa dipasifkan.
• Pada contoh 2, bunga menempati posisi Pelengkap karena tidak bisa dipasifkan.
• Pada contoh 3, adik menempati posisi Objek, sedangkan sepatu baru menempati posisi Pelengkap.
• Pada contoh 4, kata ibu tidak lagi menjadi Objek. Bentuk kalimat pasif tidak memiliki Objek. Setelah predikat pasif, unsur kalimat menjadi Pelengkap atau Keterangan.
Berdasarkan contoh dan penjelasan tersebut, ciri-ciri pelengkap adalah sebagai berikut.
• Berfungsi melengkapi kalimat
• Berada setelah P atau setelah O
• Tidak bisa dipasifkan
5. Keterangan (K)
Keterangan merupakan unsur kalimat yang berfungsi sebagai penjelasan lebih lanjut seputar sesuatu yang ada dalam kalimat. Keterangan memberikan informasi mengenai waktu, tempat, cara, alat, sebab, dan tujuan.
Keterangan juga bisa berupa kata, frasa, atau klausa.
Jika berwujud klausa (S-P), keterangan akan menjadi anak kalimat.
Untuk memudahkan kamu dalam menentukan keterangan dalam kalimat, ciri-cirinya adalah sebagai berikut.
• Bisa berpindah posisi.
• Diawali preposisi.
• Diawali konjungsi subordinatif.
Contoh 1:
Anton
tidak masuk
karena sakit.
S
P
K
Contoh 2:
Petani
membajak
sawah
dengan traktor.
S
P
O
K
Untuk memudahkanmu mengenali unsur-unsur dalam kalimat, lihat ringkasan S-P-O-Pel-K pada gambar berikut.
B. Jenis Kalimat berdasarkan Pola Kalimat
Selanjutnya, kamu bisa menemukan dua jenis kalimat berdasarkan polanya, yakni kalimat normal dan kalimat inversi.
1. Kalimat Normal
Kalimat normal adalah kalimat yang umum kita jumpai, yakni diawali dengan Subjek. Pola kalimat normal adalah sebagai berikut.
• S-P
• S-P-O
• S-P-Pel
• S-P-O-Pel
2. Kalimat Inversi
Kalimat inversi adalah kalimat yang terbalik. Maksudnya terbalik adalah Predikat hadir terlebih dahulu sebelum paragraf. Pola kalimat inversi adalah P-S.
Contoh:
Terjadi
kebakaran.
P
S
Itulah konsep dasar tentang kalimat yang wajib kamu pahami. Setelah memahami unsur dan pola kalimat, kamu akan lebih mudah mengerjakan materi lebih lanjut, yakni kalimat inti dan kalimat efektif.
Dalam UTBK, perbaikan kalimat biasanya muncul pada soal-soal seperti kalimat yang berpola sama, menentukan posisi kalimat, lanjutan kalimat agar menjadi kalimat yang logis, kalimat aktif dan pasif, pengelompokkan kalimat agar menjadi padu, perluasan kalimat, kalimat yang tidak diperlukan, dan lain-lain. Oleh karena itu, agar dapat menjawab soal-soal yang berkaitan dengan hal tersebut, kita harus memahami klasifikasi kalimat beserta dengan contohnya terlebih dahulu.
Kalimat merupakan satuan ilmu tata kalimat yang disusun dari bagian yang penting berupa klausa, dilengkapi konjungsi, dan disertai dengan intonasi. Kalimat ini merupakan unsur terbesar yang ada dalam tata gramatikal.
A. Klasifikasi Kalimat
1. Kalimat Elips
Kalimat yang tidak sempurna karena terdapat unsur-unsur yang hilang.
Contoh :
• Pergi ke sana!
• Diam!
2. Kalimat Sempurna
Kalimat yang mengandung pengertian yang lengkap dan memiliki unsur subjek dan predikat.
Contoh :
• Dia sedang berjemur di depan rumah
• Mereka sedang memberi makan kucing
3. Kalimat Minor
Kalimat yang hanya memiliki satu unsur inti.
Contoh:
• Yang bagus!
• Sudah siap!
4. Kalimat Mayor
Kalimat mengandung sekurang-kurangnya dua unsur inti dan sering disebut sebagai kalimat lengkap.
Contoh:
• Aku menyimpan buku itu
• Adik bermain ke halaman
B. Jenis-jenis Kalimat
1. Kalimat Berita
Kalimat yang berisi informasi tentang sesuatu hal. Kalimat berita terbagi menjadi dua, yaitu:
• Ucapan langsung
Contoh:
- Dia mengatakan, “Saya suka cara mengajarnya.”
• Ucapan tak langsung
Contoh:
- Ibu membeli sayur-sayuran.
2. Kalimat Tanya
Kalimat yang mengandung suatu pertanyaan mengenai sesuatu hal.
Contoh:
• benda / hal (apa, untuk apa, dari apa)
• manusia (siapa, dari siapa)
• jumlah (berapa)
• pilihan (mana)
• waktu (kapan)
• keadaan / situasi (bagaimana, betapa)
• sebab (mengapa, apa sebab)
• tempat (di mana, ke mana, dari mana)
3. Kalimat Perintah
Kalimat yang mengandung ajakan atau perintah kepada orang lain untuk melakukan sesuatu hal.
Contoh :
• Ajakan: Mari kita berjuang lebih keras lagi!
• Syarat: Tanyakan kepadanya, tentu dia akan memberitahu kamu!
• Permintaan: Coba ambilkan minum untukku!
• Izin: Ikutlah denganku jika Anda mau!
• Perintah biasa: Pergilah dari tempat ini!
• Cemoohan / Sindiran: Buatlah itu sendiri, kalau kamu bisa!
Dalam UTBK, perbaikan kalimat biasanya muncul pada soal-soal seperti kalimat yang berpola sama, menentukan posisi kalimat, lanjutan kalimat agar menjadi kalimat yang logis, kalimat aktif dan pasif, pengelompokkan kalimat agar menjadi padu, perluasan kalimat, kalimat yang tidak diperlukan, dan lain-lain. Oleh karena itu, agar dapat menjawab soal-soal yang berkaitan dengan hal tersebut, kita harus memahami klasifikasi kalimat beserta dengan contohnya terlebih dahulu.
Kalimat merupakan satuan ilmu tata kalimat yang disusun dari bagian yang penting berupa klausa, dilengkapi konjungsi, dan disertai dengan intonasi. Kalimat ini merupakan unsur terbesar yang ada dalam tata gramatikal.
A. Klasifikasi Kalimat
1. Kalimat Elips
Kalimat yang tidak sempurna karena terdapat unsur-unsur yang hilang.
Contoh :
• Pergi ke sana!
• Diam!
2. Kalimat Sempurna
Kalimat yang mengandung pengertian yang lengkap dan memiliki unsur subjek dan predikat.
Contoh :
• Dia sedang berjemur di depan rumah
• Mereka sedang memberi makan kucing
3. Kalimat Minor
Kalimat yang hanya memiliki satu unsur inti.
Contoh:
• Yang bagus!
• Sudah siap!
4. Kalimat Mayor
Kalimat mengandung sekurang-kurangnya dua unsur inti dan sering disebut sebagai kalimat lengkap.
Contoh:
• Aku menyimpan buku itu
• Adik bermain ke halaman
B. Jenis-jenis Kalimat
1. Kalimat Berita
Kalimat yang berisi informasi tentang sesuatu hal. Kalimat berita terbagi menjadi dua, yaitu:
• Ucapan langsung
Contoh:
- Dia mengatakan, “Saya suka cara mengajarnya.”
• Ucapan tak langsung
Contoh:
- Ibu membeli sayur-sayuran.
2. Kalimat Tanya
Kalimat yang mengandung suatu pertanyaan mengenai sesuatu hal.
Contoh:
• benda / hal (apa, untuk apa, dari apa)
• manusia (siapa, dari siapa)
• jumlah (berapa)
• pilihan (mana)
• waktu (kapan)
• keadaan / situasi (bagaimana, betapa)
• sebab (mengapa, apa sebab)
• tempat (di mana, ke mana, dari mana)
3. Kalimat Perintah
Kalimat yang mengandung ajakan atau perintah kepada orang lain untuk melakukan sesuatu hal.
Contoh :
• Ajakan: Mari kita berjuang lebih keras lagi!
• Syarat: Tanyakan kepadanya, tentu dia akan memberitahu kamu!
• Permintaan: Coba ambilkan minum untukku!
• Izin: Ikutlah denganku jika Anda mau!
• Perintah biasa: Pergilah dari tempat ini!
• Cemoohan / Sindiran: Buatlah itu sendiri, kalau kamu bisa!
Di dalam tata gramatika, terdapat unsur lain yang lebih besar dari frasa yaitu klausa. Klausa merupakan gabungan kata atau frasa yang berfungsi sebagai predikat, dan kata yang lain atau frasa yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, atau keterangan. Dalam sebuah klausa, sekurang-kurangnya harus mengandung satu subjek, satu predikat, dan satu objek. Namun, dalam hal tertentu, klausa dapat terdiri atas satu predikat dan satu keterangan. Berikut merupakan jenis-jenis klausa dan contohnya.
A. Klausa Berdasarkan Struktur
1. Klausa Bebas
Klausa yang memiliki unsur-unsur yang lengkap, yakni terdiri atas subjek dan predikat.
Contoh:
• Nenekku masih cantik
• Kakekku memasak udang
2. Klausa Terikat
Klausa yang hanya memiliki subjek saja, atau objek saja, maupun keterangan saja. Klausa terikat tidak dapat berdiri sendiri. Klausa terikat dapat dikenali dengan adanya konjungsi subordinatif yaitu konjungsi yang menghubungkan induk kalimat dan anak kalimat. Contoh konjungsi subordinatif: sejak, ketika, jika, agar, supaya, karena, seperti, bahwa, dan lain-lain.
Contoh:
• Dia pingsan ketika kamu sedang belajar
Contoh di atas merupakan klausa terikat yang terdapat dalam sebuah kalimat.
B. Klausa Berdasarkan Unsur Segmental yang Menjadi Predikatnya
Di dalam tata gramatika, terdapat unsur lain yang lebih besar dari frasa yaitu klausa. Klausa merupakan gabungan kata atau frasa yang berfungsi sebagai predikat, dan kata yang lain atau frasa yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, atau keterangan. Dalam sebuah klausa, sekurang-kurangnya harus mengandung satu subjek, satu predikat, dan satu objek. Namun, dalam hal tertentu, klausa dapat terdiri atas satu predikat dan satu keterangan. Berikut merupakan jenis-jenis klausa dan contohnya.
A. Klausa Berdasarkan Struktur
1. Klausa Bebas
Klausa yang memiliki unsur-unsur yang lengkap, yakni terdiri atas subjek dan predikat.
Contoh:
• Nenekku masih cantik
• Kakekku memasak udang
2. Klausa Terikat
Klausa yang hanya memiliki subjek saja, atau objek saja, maupun keterangan saja. Klausa terikat tidak dapat berdiri sendiri. Klausa terikat dapat dikenali dengan adanya konjungsi subordinatif yaitu konjungsi yang menghubungkan induk kalimat dan anak kalimat. Contoh konjungsi subordinatif: sejak, ketika, jika, agar, supaya, karena, seperti, bahwa, dan lain-lain.
Contoh:
• Dia pingsan ketika kamu sedang belajar
Contoh di atas merupakan klausa terikat yang terdapat dalam sebuah kalimat.
B. Klausa Berdasarkan Unsur Segmental yang Menjadi Predikatnya
Frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif (tidak terdapat unsur predikat maupun subjek) di dalamnya. Di dalam UTBK, frasa ini kerap ditemukan pada soal mengenai frasa yang memiliki jenis sama atau makna sama dan kesejajaran frasa.
A. Jenis-jenis Frasa
Di dalam UTBK, biasanya terdapat soal mengenai kesejajaran frasa dan frasa berjenis sama atau bermakna sama. Untuk dapat menjawab soal-soal tersebut, kita harus memahami jenis-jenis frasa seperti di bawah ini:
B. Frasa Menurut Tipe Struktur Intinya
1. Frasa Endosentris
Frasa endosentris merupakan frasa yang memiliki unsur inti. Frasa Endosentris atributif, frasa yang memiliki dua unsur inti yaitu Diterangkan (D) dan Menerangkan/Pendamping (M).
Contoh:
• gadis cantik
terdiri atas gadis (D): inti, cantik (M): atribut.
• akan pergi
terdiri atas akan (M): atribut, pergi (D): inti.
2. Frasa Endosentris koordinatif
Frasa yang seluruh unsurnya merupakan inti dan memiliki kedudukan yang sama atau setara tiap unsurnya.
Contoh:
• makan minum
terdiri atas unsur inti makan dan minum.
• ibu bapak
terdiri atas unsur inti ibu dan bapak.
3. Frasa Eksosentris
Frasa yang tidak memiliki inti atau kebalikan dari frasa endosentris.
Frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif (tidak terdapat unsur predikat maupun subjek) di dalamnya. Di dalam UTBK, frasa ini kerap ditemukan pada soal mengenai frasa yang memiliki jenis sama atau makna sama dan kesejajaran frasa.
A. Jenis-jenis Frasa
Di dalam UTBK, biasanya terdapat soal mengenai kesejajaran frasa dan frasa berjenis sama atau bermakna sama. Untuk dapat menjawab soal-soal tersebut, kita harus memahami jenis-jenis frasa seperti di bawah ini:
B. Frasa Menurut Tipe Struktur Intinya
1. Frasa Endosentris
Frasa endosentris merupakan frasa yang memiliki unsur inti. Frasa Endosentris atributif, frasa yang memiliki dua unsur inti yaitu Diterangkan (D) dan Menerangkan/Pendamping (M).
Contoh:
• gadis cantik
terdiri atas gadis (D): inti, cantik (M): atribut.
• akan pergi
terdiri atas akan (M): atribut, pergi (D): inti.
2. Frasa Endosentris koordinatif
Frasa yang seluruh unsurnya merupakan inti dan memiliki kedudukan yang sama atau setara tiap unsurnya.
Contoh:
• makan minum
terdiri atas unsur inti makan dan minum.
• ibu bapak
terdiri atas unsur inti ibu dan bapak.
3. Frasa Eksosentris
Frasa yang tidak memiliki inti atau kebalikan dari frasa endosentris.
Konjungsi disebut juga dengan kata hubung atau kata sambung. Kata hubung termasuk kata tugas yang berfungsi menghubungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, dan paragraf dengan paragraf. Konjungsi antarklausa diletakkan di dalam satu kalimat yaitu di antara induk kalimat dan anak kalimat. Konjungsi antarkalimat diletakkan di awal kalimat untuk menghubungkan kalimat dengan kalimat. Kemudian, konjungsi antarparagraf diletakkan di awal paragraf untuk menghubungkan paragraf dengan paragraf.
A. Konjungsi Antarklausa (Intrakalimat)
Konjungsi antarklausa atau konjungsi intrakalimat adalah konjungsi yang menghubungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa yang ada di dalam satu kalimat yang sama. Konjungsi intrakalimat dibagi menjadi dua, pertama konjungsi intrakalimat koordinatif (setara), dan kedua konjungsi intrakalimat subordinatif (bertingkat).
1. Konjungsi Intrakalimat koordinatif (setara)
Konjungsi intrakalimat koordinatif adalah konjungsi yang digunakan untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa dalam satu kalimat setara. Artinya, baik kata, frasa maupun klausa yang dihubungkan dapat berdiri sendiri dan tidak saling menerangkan.
Konjungsi intrakalimat subordinatif adalah konjungsi yang digunakan untuk menghubungkan klausa dengan klausa dalam satu kalimat bertingkat. Kalimat bertingkat terdiri atas induk kalimat dan anak kalimat. Artinya klausa yang dihubungkan oleh konjungsi intrakalimat subordinatif berupa induk kalimat dan anak kalimat.
B. Konjungsi Antarkalimat
Konjungsi antarkalimat adalah konjungsi atau kata hubung yang menghubungkan kalimat dengan kalimat.
C. Konjungsi Antarparagraf
Konjungsi antarparagraf adalah konjungsi atau kata hubung yang menghubungkan paragraf dengan paragraf agar saling berkesinambungan.
D. Konjungsi Korelatif
Konjungsi korelatif adalah konjungsi atau kata hubung yang menghubungkan dua unsur kalimat atau lebih dengan kedudukan setara. Konjungsi korelatif juga berupa pasangan kata yang tidak bisa dipisahkan.
Konjungsi disebut juga dengan kata hubung atau kata sambung. Kata hubung termasuk kata tugas yang berfungsi menghubungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, dan paragraf dengan paragraf. Konjungsi antarklausa diletakkan di dalam satu kalimat yaitu di antara induk kalimat dan anak kalimat. Konjungsi antarkalimat diletakkan di awal kalimat untuk menghubungkan kalimat dengan kalimat. Kemudian, konjungsi antarparagraf diletakkan di awal paragraf untuk menghubungkan paragraf dengan paragraf.
A. Konjungsi Antarklausa (Intrakalimat)
Konjungsi antarklausa atau konjungsi intrakalimat adalah konjungsi yang menghubungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa yang ada di dalam satu kalimat yang sama. Konjungsi intrakalimat dibagi menjadi dua, pertama konjungsi intrakalimat koordinatif (setara), dan kedua konjungsi intrakalimat subordinatif (bertingkat).
1. Konjungsi Intrakalimat koordinatif (setara)
Konjungsi intrakalimat koordinatif adalah konjungsi yang digunakan untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa dalam satu kalimat setara. Artinya, baik kata, frasa maupun klausa yang dihubungkan dapat berdiri sendiri dan tidak saling menerangkan.
Konjungsi intrakalimat subordinatif adalah konjungsi yang digunakan untuk menghubungkan klausa dengan klausa dalam satu kalimat bertingkat. Kalimat bertingkat terdiri atas induk kalimat dan anak kalimat. Artinya klausa yang dihubungkan oleh konjungsi intrakalimat subordinatif berupa induk kalimat dan anak kalimat.
B. Konjungsi Antarkalimat
Konjungsi antarkalimat adalah konjungsi atau kata hubung yang menghubungkan kalimat dengan kalimat.
C. Konjungsi Antarparagraf
Konjungsi antarparagraf adalah konjungsi atau kata hubung yang menghubungkan paragraf dengan paragraf agar saling berkesinambungan.
D. Konjungsi Korelatif
Konjungsi korelatif adalah konjungsi atau kata hubung yang menghubungkan dua unsur kalimat atau lebih dengan kedudukan setara. Konjungsi korelatif juga berupa pasangan kata yang tidak bisa dipisahkan.
Afiksasi merupakan salah satu proses pembentukan kata berimbuhan baik kategori verba (kata kerja), nomina (kata benda), maupun adjektiva (kata sifat). Dalam bahasa Indonesia terdapat jenis-jenis imbuhan (afiks) salah satunya adalah konfiks. Konfiks merupakan imbuhan (afiks) yang terdiri atas prefiks (awalan) dan sufiks (akhiran) yang diletakkan di antara kata dasar.
Adapun contoh dari konfiks adalah sebagai berikut.
• ber-an,
• per-kan,
• per-i,
• ke-an,
• pe-an.
Proses afiksasi ini berkaitan dengan makna gramatikal atau makna yang didasarkan atas hubungan antara kata dengan kata lain dalam suatu frasa maupun klausa. Berikut penjelasan lebih dalam mengenai konfiks pada pembentukan verba, nomina, dan adjektiva.
A. Konfiks Pembentuk Verba (Kata Kerja)
Konfiks pembentuk verba merupakan awalan dan akhiran yang diletakkan antara kata dasar dan membentuk verba (kata kerja). Berikut beberapa contoh dari konfiks pembentuk verba.
1. Verba berkonfiks ber-an memiliki makna gramatikal ‘saling’.
Contoh:
• berpandangan artinya ‘saling pandang’.
• bersentuhan artinya ‘saling sentuh’.
2. Verba berkonfiks per-kan memiliki makna gramatikal ‘jadikan bahan per-an’.
Contoh:
•pertanyakan artinya ‘jadikan bahan pertanyaan’.
•perdebatkan artinya ‘jadikan bahan perdebatan’.
3. Verba berkonfiks per-kan memiliki makna gramatikal ‘lakukan supaya’.
Contoh:
•pertegaskan artinya ‘lakukan supaya tegas’.
•persamakan artinya ‘lakukan supaya sama’.
4. Verba berkonfiks per-i memiliki makna gramatikal ‘lakukan (kata dasar) pada objeknya’.
Contoh:
•persetujui artinya ‘lakukan setuju pada objeknya’.
•perlindungi artinya ‘lakukan lindung pada objeknya’.
5. Verba berkonfiks ke-an memiliki makna gramatikal ‘mengalami’, ‘terkena’ atau ‘menderita’.
Contoh:
•kebanjiran artinya ‘terkena banjir’.
•kelaparan artinya ‘mengalami lapar’.
B. Konfiks Pembentuk Nomina (Kata Benda)
Konfiks pembentuk nomina merupakan awalan dan akhiran yang diletakkan antara kata dasar dan membentuk nomina (kata benda). Berikut beberapa contoh dari konfiks pembentuk nomina.
1. Nomina berkonfiks pe-an memiliki makna gramatikal ‘hal atau proses me-kan (kata dasar)’.
Contoh:
•pemutihan artinya ‘hal memutihkan’.
•pemakaian artinya ‘hal memakaikan’.
C. Konfiks Pembentuk Adjektiva (Kata Sifat)
Konfiks pembentuk adjektiva merupakan awalan dan akhiran yang diletakkan antara kata dasar dan membentuk adjektiva (kata sifat). Berikut beberapa contoh dari konfiks pembentuk adjektiva.
1. Adjektiva berkonfiks ke-an memiliki makna gramatikal ‘agak’.
Contoh:
•kecoklatan artinya ‘agak coklat’.
•kehitaman artinya ‘agak hitam’.
•kebiruan artinya ‘agak biru’.
2. Adjektiva berkonfiks ke-an memiliki makna gramatikal ‘hal’.
Contoh:
•keberanian artinya ‘hal berani’.
•kekhawatiran artinya ‘hal khawatir’.
•ketakutan artinya ‘hal takut’.
3. Adjektiva berkonfiks ke-an memiliki makna gramatikal ‘mengalami’.
Contoh:
•kesepian artinya ‘mengalami sepi’.
•kepanasan artinya ‘mengalami panas’.
•kedinginan artinya ‘mengalami dingin’.
Demikian beberapa contoh dari konfiks baik kategori verba, nomina, maupun adjektiva. Namun, di dalam UTBK, makna dari konfiks tersebut disesuaikan dengan konteks kalimatnya.
Afiksasi merupakan salah satu proses pembentukan kata berimbuhan baik kategori verba (kata kerja), nomina (kata benda), maupun adjektiva (kata sifat). Dalam bahasa Indonesia terdapat jenis-jenis imbuhan (afiks) salah satunya adalah konfiks. Konfiks merupakan imbuhan (afiks) yang terdiri atas prefiks (awalan) dan sufiks (akhiran) yang diletakkan di antara kata dasar.
Adapun contoh dari konfiks adalah sebagai berikut.
• ber-an,
• per-kan,
• per-i,
• ke-an,
• pe-an.
Proses afiksasi ini berkaitan dengan makna gramatikal atau makna yang didasarkan atas hubungan antara kata dengan kata lain dalam suatu frasa maupun klausa. Berikut penjelasan lebih dalam mengenai konfiks pada pembentukan verba, nomina, dan adjektiva.
A. Konfiks Pembentuk Verba (Kata Kerja)
Konfiks pembentuk verba merupakan awalan dan akhiran yang diletakkan antara kata dasar dan membentuk verba (kata kerja). Berikut beberapa contoh dari konfiks pembentuk verba.
1. Verba berkonfiks ber-an memiliki makna gramatikal ‘saling’.
Contoh:
• berpandangan artinya ‘saling pandang’.
• bersentuhan artinya ‘saling sentuh’.
2. Verba berkonfiks per-kan memiliki makna gramatikal ‘jadikan bahan per-an’.
Contoh:
•pertanyakan artinya ‘jadikan bahan pertanyaan’.
•perdebatkan artinya ‘jadikan bahan perdebatan’.
3. Verba berkonfiks per-kan memiliki makna gramatikal ‘lakukan supaya’.
Contoh:
•pertegaskan artinya ‘lakukan supaya tegas’.
•persamakan artinya ‘lakukan supaya sama’.
4. Verba berkonfiks per-i memiliki makna gramatikal ‘lakukan (kata dasar) pada objeknya’.
Contoh:
•persetujui artinya ‘lakukan setuju pada objeknya’.
•perlindungi artinya ‘lakukan lindung pada objeknya’.
5. Verba berkonfiks ke-an memiliki makna gramatikal ‘mengalami’, ‘terkena’ atau ‘menderita’.
Contoh:
•kebanjiran artinya ‘terkena banjir’.
•kelaparan artinya ‘mengalami lapar’.
B. Konfiks Pembentuk Nomina (Kata Benda)
Konfiks pembentuk nomina merupakan awalan dan akhiran yang diletakkan antara kata dasar dan membentuk nomina (kata benda). Berikut beberapa contoh dari konfiks pembentuk nomina.
1. Nomina berkonfiks pe-an memiliki makna gramatikal ‘hal atau proses me-kan (kata dasar)’.
Contoh:
•pemutihan artinya ‘hal memutihkan’.
•pemakaian artinya ‘hal memakaikan’.
C. Konfiks Pembentuk Adjektiva (Kata Sifat)
Konfiks pembentuk adjektiva merupakan awalan dan akhiran yang diletakkan antara kata dasar dan membentuk adjektiva (kata sifat). Berikut beberapa contoh dari konfiks pembentuk adjektiva.
1. Adjektiva berkonfiks ke-an memiliki makna gramatikal ‘agak’.
Contoh:
•kecoklatan artinya ‘agak coklat’.
•kehitaman artinya ‘agak hitam’.
•kebiruan artinya ‘agak biru’.
2. Adjektiva berkonfiks ke-an memiliki makna gramatikal ‘hal’.
Contoh:
•keberanian artinya ‘hal berani’.
•kekhawatiran artinya ‘hal khawatir’.
•ketakutan artinya ‘hal takut’.
3. Adjektiva berkonfiks ke-an memiliki makna gramatikal ‘mengalami’.
Contoh:
•kesepian artinya ‘mengalami sepi’.
•kepanasan artinya ‘mengalami panas’.
•kedinginan artinya ‘mengalami dingin’.
Demikian beberapa contoh dari konfiks baik kategori verba, nomina, maupun adjektiva. Namun, di dalam UTBK, makna dari konfiks tersebut disesuaikan dengan konteks kalimatnya.
Afiksasi merupakan salah satu proses pembentukan kata berimbuhan baik kategori verba (kata kerja), nomina (kata benda), maupun adjektiva (kata sifat). Dalam bahasa Indonesia terdapat jenis-jenis imbuhan (afiks) salah satunya adalah prefiks. Prefiks merupakan imbuhan (afiks) yang terletak di depan kata dasar atau biasanya disebut sebagai awalan.
Adapun contoh dari prefiks adalah sebagai berikut.
• me-,
• di-,
• ke-,
• ber-,
• ter-,
• pe-,
• per-,
• se-.
Proses afiksasi ini berkaitan dengan makna gramatikal atau makna yang didasarkan atas hubungan antara kata dengan kata lain dalam suatu frasa maupun klausa. Berikut penjelasan lebih dalam mengenai prefiks pada pembentukan verba, nomina, dan adjektiva.
A. Prefiks Pembentuk Verba (Kata Kerja)
Prefiks pembentuk verba merupakan awalan yang dapat membentuk kata dasar menjadi verba (kata kerja). Berikut beberapa contoh dari prefiks pembentuk verba.
1. Verba berprefiks ber- memiliki makna gramatikal 'mempunyai' atau 'ada'.
Contoh:
• bersaudara artinya ‘mempunyai saudara’.
• bercita-cita artinya ‘mempunyai cita-cita’.
• berpintu artinya ‘ada pintunya’.
2. Verba berprefiks ber- memiliki makna gramatikal 'menggunakan' atau 'memakai'.
Contoh:
• berdasi artinya ‘menggunakan dasi’.
• berpakaian artinya ‘menggunakan pakaian’.
• bermobil artinya ‘menggunakan mobil’.
3. Verba berprefiks ber- memiliki makna gramatikal 'berada dalam keadaan' atau 'mengalami'.
Contoh:
• bersedih artinya ‘dalam keadaan sedih’.
• bergembira artinya ‘dalam keadaan gembira’
• bersukacita artinya ‘dalam keadaan sukacita’.
4. Verba berprefiks ber- memiliki makna gramatikal ‘memberi’.
Contoh:
• berpetuah artinya ‘memberi petuah (nasihat)’.
• berceramah artinya ‘memberi ceramah’.
5. Verba berprefiks per- memiliki makna gramatikal ‘jadikan lebih’.
Contoh:
• percepat artinya ‘jadikan lebih cepat’.
• perindah artinya ‘jadikan lebih indah’.
• perjelas artinya ‘jadikan lebih jelas’.
6. Verba berprefiks per- memiliki makna gramatikal ‘jadikan’.
Contoh:
• peristri artinya ‘jadikan istri’.
• perteman artinya ‘jadikan teman’.
• peranak artinya ‘jadikan anak’.
7. Verba berprefiks per- memiliki makna gramatikal ‘bagi’.
Contoh:
• perdua artinya ‘bagi dua’.
• perseribu artinya ‘bagi seribu’.
• perseratus artinya ‘bagi seratus’.
8. Verba berprefiks ter- memiliki makna gramatikal ‘terjadi dengan tiba-tiba’.
Contoh:
• teringat artinya ‘tiba-tiba ingat’.
• terjatuh artinya ‘tiba-tiba jatuh’.
B. Prefiks Pembentuk Nomina (Kata Benda)
Prefiks pembentuk nomina merupakan awalan yang dapat membentuk kata dasar menjadi nomina (kata kerja). Berikut beberapa contoh dari prefiks pembentuk nomina.
1. Nomina berprefiks ter- memiliki makna gramatikal ‘yang di- (kata dasar)’. Biasanya prefiks ter- pada nomina hanya terdapat pada istilah yang berkaitan dengan bidang hukum.
Contoh:
• terdakwa artinya ‘yang didakwa’.
• tersangka artinya ‘yang disangka’.
• terpidana artinya ‘yang dipidana’.
C. Prefiks Pembentuk Adjektiva (Kata Sifat)
Prefiks pembentuk adjektiva merupakan awalan yang dapat membentuk kata dasar menjadi adjektiva (kata sifat). Berikut beberapa contoh dari prefiks pembentuk adjektiva.
1. Adjektiva berprefiks pe- memiliki makna gramatikal ‘yang memiliki sifat’.
Contoh:
• pemalu artinya ‘yang memiliki sifat malu’.
• pemarah artinya ‘yang memiliki sifat marah’.
• pemalas artinya ‘yang memiliki sifat malas’.
2. Adjektiva berprefiks se- memiliki makna gramatikal ‘sama (kata dasar) dengan nomina yang mengikutinya'.
Contoh:
• setinggi tiang artinya ‘sama tinggi dengan tiang’.
• semahal rumah ‘sama mahal dengan rumah’.
3. Adjektiva berprefiks ter- memiliki makna gramatikal ‘paling’.
Contoh:
• tertampan artinya ‘paling tampan’.
• terbaik artinya ‘paling baik’.
• tercantik artinya ‘paling cantik’.
Demikian beberapa contoh dari prefiks baik kategori verba, nomina, maupun adjektiva. Namun, di dalam UTBK, makna dari prefiks tersebut disesuaikan dengan konteks kalimatnya.
Afiksasi merupakan salah satu proses pembentukan kata berimbuhan baik kategori verba (kata kerja), nomina (kata benda), maupun adjektiva (kata sifat). Dalam bahasa Indonesia terdapat jenis-jenis imbuhan (afiks) salah satunya adalah prefiks. Prefiks merupakan imbuhan (afiks) yang terletak di depan kata dasar atau biasanya disebut sebagai awalan.
Adapun contoh dari prefiks adalah sebagai berikut.
• me-,
• di-,
• ke-,
• ber-,
• ter-,
• pe-,
• per-,
• se-.
Proses afiksasi ini berkaitan dengan makna gramatikal atau makna yang didasarkan atas hubungan antara kata dengan kata lain dalam suatu frasa maupun klausa. Berikut penjelasan lebih dalam mengenai prefiks pada pembentukan verba, nomina, dan adjektiva.
A. Prefiks Pembentuk Verba (Kata Kerja)
Prefiks pembentuk verba merupakan awalan yang dapat membentuk kata dasar menjadi verba (kata kerja). Berikut beberapa contoh dari prefiks pembentuk verba.
1. Verba berprefiks ber- memiliki makna gramatikal 'mempunyai' atau 'ada'.
Contoh:
• bersaudara artinya ‘mempunyai saudara’.
• bercita-cita artinya ‘mempunyai cita-cita’.
• berpintu artinya ‘ada pintunya’.
2. Verba berprefiks ber- memiliki makna gramatikal 'menggunakan' atau 'memakai'.
Contoh:
• berdasi artinya ‘menggunakan dasi’.
• berpakaian artinya ‘menggunakan pakaian’.
• bermobil artinya ‘menggunakan mobil’.
3. Verba berprefiks ber- memiliki makna gramatikal 'berada dalam keadaan' atau 'mengalami'.
Contoh:
• bersedih artinya ‘dalam keadaan sedih’.
• bergembira artinya ‘dalam keadaan gembira’
• bersukacita artinya ‘dalam keadaan sukacita’.
4. Verba berprefiks ber- memiliki makna gramatikal ‘memberi’.
Contoh:
• berpetuah artinya ‘memberi petuah (nasihat)’.
• berceramah artinya ‘memberi ceramah’.
5. Verba berprefiks per- memiliki makna gramatikal ‘jadikan lebih’.
Contoh:
• percepat artinya ‘jadikan lebih cepat’.
• perindah artinya ‘jadikan lebih indah’.
• perjelas artinya ‘jadikan lebih jelas’.
6. Verba berprefiks per- memiliki makna gramatikal ‘jadikan’.
Contoh:
• peristri artinya ‘jadikan istri’.
• perteman artinya ‘jadikan teman’.
• peranak artinya ‘jadikan anak’.
7. Verba berprefiks per- memiliki makna gramatikal ‘bagi’.
Contoh:
• perdua artinya ‘bagi dua’.
• perseribu artinya ‘bagi seribu’.
• perseratus artinya ‘bagi seratus’.
8. Verba berprefiks ter- memiliki makna gramatikal ‘terjadi dengan tiba-tiba’.
Contoh:
• teringat artinya ‘tiba-tiba ingat’.
• terjatuh artinya ‘tiba-tiba jatuh’.
B. Prefiks Pembentuk Nomina (Kata Benda)
Prefiks pembentuk nomina merupakan awalan yang dapat membentuk kata dasar menjadi nomina (kata kerja). Berikut beberapa contoh dari prefiks pembentuk nomina.
1. Nomina berprefiks ter- memiliki makna gramatikal ‘yang di- (kata dasar)’. Biasanya prefiks ter- pada nomina hanya terdapat pada istilah yang berkaitan dengan bidang hukum.
Contoh:
• terdakwa artinya ‘yang didakwa’.
• tersangka artinya ‘yang disangka’.
• terpidana artinya ‘yang dipidana’.
C. Prefiks Pembentuk Adjektiva (Kata Sifat)
Prefiks pembentuk adjektiva merupakan awalan yang dapat membentuk kata dasar menjadi adjektiva (kata sifat). Berikut beberapa contoh dari prefiks pembentuk adjektiva.
1. Adjektiva berprefiks pe- memiliki makna gramatikal ‘yang memiliki sifat’.
Contoh:
• pemalu artinya ‘yang memiliki sifat malu’.
• pemarah artinya ‘yang memiliki sifat marah’.
• pemalas artinya ‘yang memiliki sifat malas’.
2. Adjektiva berprefiks se- memiliki makna gramatikal ‘sama (kata dasar) dengan nomina yang mengikutinya'.
Contoh:
• setinggi tiang artinya ‘sama tinggi dengan tiang’.
• semahal rumah ‘sama mahal dengan rumah’.
3. Adjektiva berprefiks ter- memiliki makna gramatikal ‘paling’.
Contoh:
• tertampan artinya ‘paling tampan’.
• terbaik artinya ‘paling baik’.
• tercantik artinya ‘paling cantik’.
Demikian beberapa contoh dari prefiks baik kategori verba, nomina, maupun adjektiva. Namun, di dalam UTBK, makna dari prefiks tersebut disesuaikan dengan konteks kalimatnya.
Kombinasi afiks tidak sama dengan konfiks. Kombinasi afiks merupakan kombinasi afiks-afiks (imbuhan-imbuhan) yang memiliki bentuk serta makna gramatikal tersendiri dan dibubuhkan secara bersamaan pada bentuk dasar. Contoh kombinasi afiks, yaitu me-kan, me-i, memper-kan, memper-i, ber-kan, ter-kan, per-kan, pe-an, dan se-nya.
Contoh:
• me-kan → mengajarkan
• me-i → mendekati
• memper-kan → memperhatikan
• memper-i → memperbaiki
• ber-an → bermuatan
• ter-kan → terselesaikan
• per-kan → perkenalkan
• pe-an → pengiriman
• se-nya → semestinya
Pemakaian afiks dapat mengubah kelas kata. Berikut ini perubahan kombinasi afiks yang mengubah kelas kata.
Kombinasi afiks pembentuk kata kerja (verba) • ter-kan → terabaikan
Kombinasi afiks pembentuk kata benda (nomina) • pe-an → pemeriksaan
Kombinasi afiks pembentuk kata keterangan • se-nya → seharusnya
Kombinasi afiks tidak sama dengan konfiks. Kombinasi afiks merupakan kombinasi afiks-afiks (imbuhan-imbuhan) yang memiliki bentuk serta makna gramatikal tersendiri dan dibubuhkan secara bersamaan pada bentuk dasar. Contoh kombinasi afiks, yaitu me-kan, me-i, memper-kan, memper-i, ber-kan, ter-kan, per-kan, pe-an, dan se-nya.
Contoh:
• me-kan → mengajarkan
• me-i → mendekati
• memper-kan → memperhatikan
• memper-i → memperbaiki
• ber-an → bermuatan
• ter-kan → terselesaikan
• per-kan → perkenalkan
• pe-an → pengiriman
• se-nya → semestinya
Pemakaian afiks dapat mengubah kelas kata. Berikut ini perubahan kombinasi afiks yang mengubah kelas kata.
Kombinasi afiks pembentuk kata kerja (verba) • ter-kan → terabaikan
Kombinasi afiks pembentuk kata benda (nomina) • pe-an → pemeriksaan
Kombinasi afiks pembentuk kata keterangan • se-nya → seharusnya
Sufiks merupakan imbuhan (afiks) yang terletak atau ditambahkan pada akhir kata serta biasanya disebut sebagai akhiran. Dalam bahasa Indonesia, contoh akhiranyakni –an, -kan, dan –i. Contoh: • -an: tulisan, tatapan, tantangan
• -i : temui, sukai, pandangi
• -kan :tumbuhkan, sampaikan, umumkan
Pembentukan kata dengan akhiran tersebut sederhana dan tidak banyak menimbulkan permasalahan. Permasalahan yang sering muncul adalah pembentukan akhiran yang berasal dari bahasa asing, contohnya –isasi. Dalam bahasa Indonesia, imbuhan –isasi yang sering digunakan berasal dari –isatie (Belanda) atau –ization (Inggris).
Contoh:
• modernisatie, modernization → modernisasi
• normalisatie, normalization → normalisasi
• legalisatie, legalization → legalisasi
• neutralisatie, neutralization → netralisasi
Berdasarkan contoh tersebut, dapat diketahui bahwa penyerapan dalam imbuhan –isasi tidak dilakukan secara terpisah atau tersendiri, melainkan penyerapan secara utuh beserta bentuk dasar yang dilekatinya. Imbuhan –isasi tidak selayaknya digunakan sebagai pembentuk kata baru karena tidak diserap ke dalam bahasa Indonesia.
Selain imbuhan –isasi, kesalahan imbuhan asing –ir juga sering dialami oleh penutur jati bahasa Indonesia. Kesalahan tersebut misalnya terjadi pada pembentukan kata koordinir, publisir, legalisir, proklamir, dan manipulir. Pemakaian imbuhan asing tersebut tidak tepat digunakan karena penyerapannya dari bahasa Belanda tidak dilakukan secara tepat. Seharusnya kata-kata tersebut digunakan dalam bentuk sebagai berikut:
• koordinir → koordinasi
• publisir → publikasi
• legalisir → legalisasi
• proklamir → proklamasi
• produsir → produksi
• manipulir → manipulasi
Imbuhan –wan dan –man juga berasal dari bahasa asing, yaitu bahasa Sanskerta. Akan tetapi, hadirnya imbuhan tersebut telah diterima penggunaannya dalam bahasa Indonesia sebagai pembentuk kata yang bermakna ‘orang’. Imbuhan –man umumnya digunakan pada bentuk dasar yang berakhiran vokal /i/.
Contoh:
• budi + -man → budiman
• seni+ -man → seniman
Berbeda halnya dengan imbuhan –wan yang telah lazim digunakan pada bentuk dasar yang berakhiran selain /i/. Akan, masih mungkin terjadi jika imbuhan –wan dapat digunakan pada bentuk dasar yang berakhiran vokal /i/.
Contoh:
• drama+ -wan → dramawan
• karya+ -wan → karyawan
• warta+ -wan → wartawan
• rohani+ -wan → rohaniwan
Selain itu, imbuhan -wan memiliki variasi lain yang meruju pada ‘orang (perempuan)’. Bentukan kata -wan yang disebutkan berpasangan dengan bentukan kata dengan imbuhan -wati pada contoh berikut. Ini.
Contoh:
• seniman → seniwati
• dramawan → dramawati
• karyawan → karyawati
• wartawan → wartawati
Dalam bahasa Indonesia, imbuhan –wan jauh lebih sering digunakan dan produktif dibandingkan dengan imbuhan –man. Potensi sebagai pembentuk kata baru dari imbuhan ini cukup besar ini.
Contoh:
• physician → fisikawan
• mathematician → matematikawan
• cameraman → kamerawan
Pemakaian afiks dapat mengubah kelas kata. Berikut merupakan perubahan sufiks yang mengubah kelas kata.
Sufiks merupakan imbuhan (afiks) yang terletak atau ditambahkan pada akhir kata serta biasanya disebut sebagai akhiran. Dalam bahasa Indonesia, contoh akhiranyakni –an, -kan, dan –i. Contoh: • -an: tulisan, tatapan, tantangan
• -i : temui, sukai, pandangi
• -kan :tumbuhkan, sampaikan, umumkan
Pembentukan kata dengan akhiran tersebut sederhana dan tidak banyak menimbulkan permasalahan. Permasalahan yang sering muncul adalah pembentukan akhiran yang berasal dari bahasa asing, contohnya –isasi. Dalam bahasa Indonesia, imbuhan –isasi yang sering digunakan berasal dari –isatie (Belanda) atau –ization (Inggris).
Contoh:
• modernisatie, modernization → modernisasi
• normalisatie, normalization → normalisasi
• legalisatie, legalization → legalisasi
• neutralisatie, neutralization → netralisasi
Berdasarkan contoh tersebut, dapat diketahui bahwa penyerapan dalam imbuhan –isasi tidak dilakukan secara terpisah atau tersendiri, melainkan penyerapan secara utuh beserta bentuk dasar yang dilekatinya. Imbuhan –isasi tidak selayaknya digunakan sebagai pembentuk kata baru karena tidak diserap ke dalam bahasa Indonesia.
Selain imbuhan –isasi, kesalahan imbuhan asing –ir juga sering dialami oleh penutur jati bahasa Indonesia. Kesalahan tersebut misalnya terjadi pada pembentukan kata koordinir, publisir, legalisir, proklamir, dan manipulir. Pemakaian imbuhan asing tersebut tidak tepat digunakan karena penyerapannya dari bahasa Belanda tidak dilakukan secara tepat. Seharusnya kata-kata tersebut digunakan dalam bentuk sebagai berikut:
• koordinir → koordinasi
• publisir → publikasi
• legalisir → legalisasi
• proklamir → proklamasi
• produsir → produksi
• manipulir → manipulasi
Imbuhan –wan dan –man juga berasal dari bahasa asing, yaitu bahasa Sanskerta. Akan tetapi, hadirnya imbuhan tersebut telah diterima penggunaannya dalam bahasa Indonesia sebagai pembentuk kata yang bermakna ‘orang’. Imbuhan –man umumnya digunakan pada bentuk dasar yang berakhiran vokal /i/.
Contoh:
• budi + -man → budiman
• seni+ -man → seniman
Berbeda halnya dengan imbuhan –wan yang telah lazim digunakan pada bentuk dasar yang berakhiran selain /i/. Akan, masih mungkin terjadi jika imbuhan –wan dapat digunakan pada bentuk dasar yang berakhiran vokal /i/.
Contoh:
• drama+ -wan → dramawan
• karya+ -wan → karyawan
• warta+ -wan → wartawan
• rohani+ -wan → rohaniwan
Selain itu, imbuhan -wan memiliki variasi lain yang meruju pada ‘orang (perempuan)’. Bentukan kata -wan yang disebutkan berpasangan dengan bentukan kata dengan imbuhan -wati pada contoh berikut. Ini.
Contoh:
• seniman → seniwati
• dramawan → dramawati
• karyawan → karyawati
• wartawan → wartawati
Dalam bahasa Indonesia, imbuhan –wan jauh lebih sering digunakan dan produktif dibandingkan dengan imbuhan –man. Potensi sebagai pembentuk kata baru dari imbuhan ini cukup besar ini.
Contoh:
• physician → fisikawan
• mathematician → matematikawan
• cameraman → kamerawan
Pemakaian afiks dapat mengubah kelas kata. Berikut merupakan perubahan sufiks yang mengubah kelas kata.
Kata merupakan satuan bahasa yang memiliki makna. Pada materi UTBK tentang perbaikan kata, kita harus mengetahui terlebih dahulu klasifikasi kata yang ditanyakan pada soal. Kemudian, kita menganalisis kata tersebut berdasarkan soal yang ditanyakan, dapat berupa makna kata, kesalahan imbuhan pada kata, arti imbuhan pada kata, penggantian kata yang sesuai dengan konteks kalimat, dan sebagainya.
A. Kata Dasar
Kata yang menjadi dasar untuk pembentukan kata. Kata dasar tidak diberikan imbuhan apapun.
Contoh:
• Dia pergi ke pasar.
• Bunga itu sangat mahal.
• Boneka itu lucu.
B. Gabungan Kata
1. Bentuk terikat yang ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contoh:
• adibusana
• antarkota
• antibiotik
2. Bentuk terikat yang diikuti oleh kata yang menggunakan huruf awal kapital atau singkatan yang berupa huruf kapital, maka digabungkan dengan tanda hubung (-).
Contoh:
• non-ASEAN
• anti-MSG
• pro-Barat
3. Bentuk maha yang diikuti oleh kata dasar yang mengacu pada nama atau sifat Tuhan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contoh:
• Semoga Tuhan Yang Mahakuasa melindungi kita.
• Tuhan Yang Mahabijaksana dalam menentukan arah hidup kita
4. Adapun bentuk yang ditulis tidak serangkai atau ditulis terpisah dengan huruf awal kapital yaitu bentuk maha yang diikuti dengan bentukan kata atau kata turunan yang mengacu pada nama atau sifat Tuhan.
Contoh:
• Kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Pemberi.
• Marilah bersama-sama meminta kepada Tuhan Yang Maha Penolong.
5. Gabungan kata yang dapat menimbulkan kesalahpahaman yang berhubungan dengan maknanya, maka ditulis dengan memberikan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya.
Contoh:
• Anak-istri pejabat berbeda maknanya dengan anak istri-pejabat.
• Buku-sejarah baru berbeda maknanya dengan buku sejarah-baru.
• Ibu-bapak kami berbeda maknanya dengan ibu bapak-kami.
6. Gabungan kata yang penulisannya memang dipisah, tetap ditulis terpisah meskipun mendapat imbuhan (awalan atau akhiran).
Contoh:
• bertepuk tangan
• garis bawahi
• sebar luaskan
7. Gabungan kata yang mendapat awalan atau akhiran ditulis serangkai.
Contoh:
• pertanggungjawaban
• penghancurleburan
• dilipatgandakan
8. Gabungan kata yang sudah padu ditulis serangkai.
Contoh:
• apalagi
• barangkali
• bilamana
C. Kata Ulang (Reduplikasi)
Proses pengulangan bentuk kata dasar yang menggunakan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya. Hal ini merupakan pengulangan kata dasar secara keseluruhan.
Contoh:
• buku-buku
• anak-anak
• hati-hati
Adapun proses pengulangan bentuk gabungan kata ditulis dengan hanya mengulang unsur pertama.
Contoh:
• rakbuku menjadi rak-rak buku
• surat kabar menjadi surat-surat kabar
• kapal barang menjadi kapal-kapalbarang
D. Kata Majemuk
Unsur gabungan kata yang umum digunakan disebut kata majemuk, termasuk istilah-istilah khusus yang juga ditulis dengan cara terpisah.
Contoh:
• orang tua
• simpang empat
• persegi panjang
• meja tulis
E. Partikel
F. Kata Sandang
G. Singkatan dan Akronim
1. Singkatan
2. Akronim
Akronim merupakan proses pembentukan sebuah kata dengan cara menyingkat sebuah konsep yang direalisasikan ke dalam sebuah konstruk yang lebih dari sebuah kata.
Kata merupakan satuan bahasa yang memiliki makna. Pada materi UTBK tentang perbaikan kata, kita harus mengetahui terlebih dahulu klasifikasi kata yang ditanyakan pada soal. Kemudian, kita menganalisis kata tersebut berdasarkan soal yang ditanyakan, dapat berupa makna kata, kesalahan imbuhan pada kata, arti imbuhan pada kata, penggantian kata yang sesuai dengan konteks kalimat, dan sebagainya.
A. Kata Dasar
Kata yang menjadi dasar untuk pembentukan kata. Kata dasar tidak diberikan imbuhan apapun.
Contoh:
• Dia pergi ke pasar.
• Bunga itu sangat mahal.
• Boneka itu lucu.
B. Gabungan Kata
1. Bentuk terikat yang ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contoh:
• adibusana
• antarkota
• antibiotik
2. Bentuk terikat yang diikuti oleh kata yang menggunakan huruf awal kapital atau singkatan yang berupa huruf kapital, maka digabungkan dengan tanda hubung (-).
Contoh:
• non-ASEAN
• anti-MSG
• pro-Barat
3. Bentuk maha yang diikuti oleh kata dasar yang mengacu pada nama atau sifat Tuhan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contoh:
• Semoga Tuhan Yang Mahakuasa melindungi kita.
• Tuhan Yang Mahabijaksana dalam menentukan arah hidup kita
4. Adapun bentuk yang ditulis tidak serangkai atau ditulis terpisah dengan huruf awal kapital yaitu bentuk maha yang diikuti dengan bentukan kata atau kata turunan yang mengacu pada nama atau sifat Tuhan.
Contoh:
• Kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Pemberi.
• Marilah bersama-sama meminta kepada Tuhan Yang Maha Penolong.
5. Gabungan kata yang dapat menimbulkan kesalahpahaman yang berhubungan dengan maknanya, maka ditulis dengan memberikan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya.
Contoh:
• Anak-istri pejabat berbeda maknanya dengan anak istri-pejabat.
• Buku-sejarah baru berbeda maknanya dengan buku sejarah-baru.
• Ibu-bapak kami berbeda maknanya dengan ibu bapak-kami.
6. Gabungan kata yang penulisannya memang dipisah, tetap ditulis terpisah meskipun mendapat imbuhan (awalan atau akhiran).
Contoh:
• bertepuk tangan
• garis bawahi
• sebar luaskan
7. Gabungan kata yang mendapat awalan atau akhiran ditulis serangkai.
Contoh:
• pertanggungjawaban
• penghancurleburan
• dilipatgandakan
8. Gabungan kata yang sudah padu ditulis serangkai.
Contoh:
• apalagi
• barangkali
• bilamana
C. Kata Ulang (Reduplikasi)
Proses pengulangan bentuk kata dasar yang menggunakan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya. Hal ini merupakan pengulangan kata dasar secara keseluruhan.
Contoh:
• buku-buku
• anak-anak
• hati-hati
Adapun proses pengulangan bentuk gabungan kata ditulis dengan hanya mengulang unsur pertama.
Contoh:
• rakbuku menjadi rak-rak buku
• surat kabar menjadi surat-surat kabar
• kapal barang menjadi kapal-kapalbarang
D. Kata Majemuk
Unsur gabungan kata yang umum digunakan disebut kata majemuk, termasuk istilah-istilah khusus yang juga ditulis dengan cara terpisah.
Contoh:
• orang tua
• simpang empat
• persegi panjang
• meja tulis
E. Partikel
F. Kata Sandang
G. Singkatan dan Akronim
1. Singkatan
2. Akronim
Akronim merupakan proses pembentukan sebuah kata dengan cara menyingkat sebuah konsep yang direalisasikan ke dalam sebuah konstruk yang lebih dari sebuah kata.
Berdasarkan fungsi dan dan maknanya, kata dalam tata kalimat Bahasa Indonesia dikelompokkan menjadi: A) Verba (kata kerja), B) Nomina (kata benda), C) Adjektiva (kata sifat), D) Adverbia (kata keterangan), E) Pronomina (kata ganti), F) Numeralia (kata bilangan), G) Konjungsi (kata hubung), H) Preposisi (kata depan), dan I) Interjeksi (kata seru). Berikut merupakan penjabaran dan contohnya.
A. Verba (Kata Kerja)
Verba (kata kerja) merupakan kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan.
B. Nomina (Kata Benda)
Nomina (kata benda) merupakan kata yang menyatakan benda. Nomina memiliki ciri tidak dapat didahului oleh adverbia (kata keterangan) yang menyatakan penyangkalan yaitu tidak. Jadi, kata-kata meja, kucing, bulan, bintang, dan rumah termasuk nomina (kata benda) karena tidak dapat didahului oleh adverbia yang menyatakan penyangkalan yaitu tidak.
C. Adjektiva (Kata Sifat)
Adjektiva (kata sifat) merupakan kata yang menerangkan nomina (kata benda) dan dapat digabungkan dengan kata sangat, lebih, sekali.
D. Adverbia (Kata Keterangan)
Adverbia (kata keterangan) merupakan kata yang memberikan keterangan pada verba, adjektiva, nomina yang menyatakan predikat, atau kalimat.
E. Pronomina (Kata Ganti)
Pronomina (kata ganti) merupakan kata yang digunakan untuk menggantikan orang atau benda.
Adapun pronomina (kata ganti) yang digunakan untuk menggantikan orang disebut juga dengan pronomina personalia/pronomina personal.
F. Numeralia (Kata Bilangan)
Numeralia (kata bilangan) merupakan kata yang menunjukkan bilangan, jumlah, nomor, urutan, dan kumpulan.
Selain numeralia (kata bilangan), terdapat juga kata bantu bilangan disebut juga sebagai kata penggolong bilangan, yaiu kata yang digunakan untuk tanda pengenal nomina (kata benda) tertentu dan ditempatkan di antara kata bilangan dan nominanya. Kata bantu bilangan yang digunakan umumnya adalah orang untuk manusia, ekor untuk binatang, dan buah untuk benda umum. Adapun secara spesifik digunakan juga kata-kata batang, butir, helai, pucuk, tangkai, rumpun, dan lain-lain.
G. Preposisi (Kata Depan)
Preposisi (kata depan) merupakan kata yang terdapat di depan nomina (kata benda) atau kata-kata yang digunakan untuk merangkaikan nomina (kata benda) dengan verba (kata kerja) dalam suatu klausa, misalnya di, ke, dari, dan dengan.
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh:
Di mana Minho sekarang?
Pekan lalu, Cha eun woo berwisata ke Candi Borobudur.
Jukyung pindah dari rumah aslinya.
Adapun contoh kata yang ditulis serangkai, yaitu keluar, daripada, kemari, kepada.
H. Interjeksi (Kata Seru)
Interjeksi (kata seru) merupakan kata yang menyatakan perasaan batin, misalnya senang, terkejut, marah, kesal, kagum, sedih, dan lain-lain.
Berdasarkan fungsi dan dan maknanya, kata dalam tata kalimat Bahasa Indonesia dikelompokkan menjadi: A) Verba (kata kerja), B) Nomina (kata benda), C) Adjektiva (kata sifat), D) Adverbia (kata keterangan), E) Pronomina (kata ganti), F) Numeralia (kata bilangan), G) Konjungsi (kata hubung), H) Preposisi (kata depan), dan I) Interjeksi (kata seru). Berikut merupakan penjabaran dan contohnya.
A. Verba (Kata Kerja)
Verba (kata kerja) merupakan kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan.
B. Nomina (Kata Benda)
Nomina (kata benda) merupakan kata yang menyatakan benda. Nomina memiliki ciri tidak dapat didahului oleh adverbia (kata keterangan) yang menyatakan penyangkalan yaitu tidak. Jadi, kata-kata meja, kucing, bulan, bintang, dan rumah termasuk nomina (kata benda) karena tidak dapat didahului oleh adverbia yang menyatakan penyangkalan yaitu tidak.
C. Adjektiva (Kata Sifat)
Adjektiva (kata sifat) merupakan kata yang menerangkan nomina (kata benda) dan dapat digabungkan dengan kata sangat, lebih, sekali.
D. Adverbia (Kata Keterangan)
Adverbia (kata keterangan) merupakan kata yang memberikan keterangan pada verba, adjektiva, nomina yang menyatakan predikat, atau kalimat.
E. Pronomina (Kata Ganti)
Pronomina (kata ganti) merupakan kata yang digunakan untuk menggantikan orang atau benda.
Adapun pronomina (kata ganti) yang digunakan untuk menggantikan orang disebut juga dengan pronomina personalia/pronomina personal.
F. Numeralia (Kata Bilangan)
Numeralia (kata bilangan) merupakan kata yang menunjukkan bilangan, jumlah, nomor, urutan, dan kumpulan.
Selain numeralia (kata bilangan), terdapat juga kata bantu bilangan disebut juga sebagai kata penggolong bilangan, yaiu kata yang digunakan untuk tanda pengenal nomina (kata benda) tertentu dan ditempatkan di antara kata bilangan dan nominanya. Kata bantu bilangan yang digunakan umumnya adalah orang untuk manusia, ekor untuk binatang, dan buah untuk benda umum. Adapun secara spesifik digunakan juga kata-kata batang, butir, helai, pucuk, tangkai, rumpun, dan lain-lain.
G. Preposisi (Kata Depan)
Preposisi (kata depan) merupakan kata yang terdapat di depan nomina (kata benda) atau kata-kata yang digunakan untuk merangkaikan nomina (kata benda) dengan verba (kata kerja) dalam suatu klausa, misalnya di, ke, dari, dan dengan.
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh:
Di mana Minho sekarang?
Pekan lalu, Cha eun woo berwisata ke Candi Borobudur.
Jukyung pindah dari rumah aslinya.
Adapun contoh kata yang ditulis serangkai, yaitu keluar, daripada, kemari, kepada.
H. Interjeksi (Kata Seru)
Interjeksi (kata seru) merupakan kata yang menyatakan perasaan batin, misalnya senang, terkejut, marah, kesal, kagum, sedih, dan lain-lain.
Kata baku adalah kata yang cara penulisan atau pengucapannya memenuhi kaidah yang dibakukan/distandarkan. Kaidah standar tersebut dapat berupa Ejaan yang Disempurnakan (EYD), Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Kata baku digunakan dalam konteks ragam baku yang bermula pada ragam bahasa pendidikan, baik lisan maupun tulisan.
Pembakuan dan penstandaran kata dapat diselenggarakan oleh badan pemerintah yang resmi. Di Indonesia, badan pemerintah yang ditugasi untuk menangani pembakuan kata tersebut adalah Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Adapun ciri dari kata baku di antaranya: a) Tidak dipengaruhi bahasa asing, b) Tidak dipengaruhi bahasa daerah tertentu, c) Bukan merupakan bahasa percakapan, dan d) Pemakaian kata sesuai dengan konteks kalimat.
Sementara kata tidak baku adalah kata yang cara penulisan atau pengucapannya tidak memenuhi kaidah-kaidah standar yang telah disebutkan di atas. Kata tidak baku mayoritas sering ditemukan dalam penggunaan percakapan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut merupakan beberapa contoh kata baku dan tidak baku sesuai dengan kaidah yang berlaku.
Kata baku adalah kata yang cara penulisan atau pengucapannya memenuhi kaidah yang dibakukan/distandarkan. Kaidah standar tersebut dapat berupa Ejaan yang Disempurnakan (EYD), Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Kata baku digunakan dalam konteks ragam baku yang bermula pada ragam bahasa pendidikan, baik lisan maupun tulisan.
Pembakuan dan penstandaran kata dapat diselenggarakan oleh badan pemerintah yang resmi. Di Indonesia, badan pemerintah yang ditugasi untuk menangani pembakuan kata tersebut adalah Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Adapun ciri dari kata baku di antaranya: a) Tidak dipengaruhi bahasa asing, b) Tidak dipengaruhi bahasa daerah tertentu, c) Bukan merupakan bahasa percakapan, dan d) Pemakaian kata sesuai dengan konteks kalimat.
Sementara kata tidak baku adalah kata yang cara penulisan atau pengucapannya tidak memenuhi kaidah-kaidah standar yang telah disebutkan di atas. Kata tidak baku mayoritas sering ditemukan dalam penggunaan percakapan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut merupakan beberapa contoh kata baku dan tidak baku sesuai dengan kaidah yang berlaku.